JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dibuat pusing oleh utang jumbo sejumlah BUMN. Apalagi, Erick menduga ada praktik korupsi di balik utang-utang segunung itu. Salah satunya adalah PTPN III.
Erick Thohir menyatakan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III memiliki utang Rp 43 triliun. Menurut Erick, utang tersebut adalah warisan manajemen lama dan menjadi beban manajemen saat ini.
Pihaknya pun berupaya untuk mengatasi utang tersebut, salah satunya dengan memperpanjangan masa pelunasan utang atau restrukturisasi agar perusahaan negara pengelola perkebunan ini bisa terselamatkan.
"PTPN itu punya utang Rp 43 triliun. Ini merupakan penyakit lama dan saya rasa ini korupsi yang terselubung, yang memang harus dibuka dan dituntut pihak yang melakukan ini," kata Erick Thohir seperti dikutip pada Jumat (1/10/2021).
Baca juga: Disebut BUMN Hantu dan Mau Dibubarkan, Karyawan Istaka Karya Protes
Lanjut Erick Thohir, dalam kasus PTPN, jangan sampai direksi perusahaan yang saat ini menjabat harus menanggung beban kesalahan manajemen lama, yang akhirnya bisa berdampak pada rencana pengembangan bisnis perusahaan ke depannya.
"Kita kan enggak boleh merem mata juga, kalau yang sebelum ini ada tindak pidana korupsi yang harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai direksi baru, komisaris baru terkena karena dibilang pembiaran,” ucap Erick Thohir.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Penguasa perkebunan eks Belanda
Bicara soal PT Perkebunan Nusantara atau lebih dikenal dengan PTPN, orang tentu sudah tak asing lagi dengan namanya. BUMN ini cukup populer kerena tanah perkebunannya ada dimana-mana.
Di Pulau Jawa, hampir setiap daerah kabupaten atau kota memiliki kebun di bawah penguasaan PTPN, belum lagi pabrik-pabriknya, yang rata-rata sudah uzur dimakan zaman.
Baca juga: BUMN PTPN: Punya Lahan Luas, Korupsi, Terbelit Utang Rp 43 Triliun
Luasnya aset tanah PTPN wajar, mengingat perusahaan negara ini memang lahir dari nasionalisasi aset-aset perkebunan milik Belanda pasca-kemerdekaan.
Namun demikian, dengan aset jumbo tersebut, PTPN kerapkali dirundung masalah seperti laporan keuangan yang sering merugi. Sebut saja pabrik gula, banyak pabrik-pabrik gula peninggalan Belanda yang kini harus ditutup.
Usaha-usaha menyehatkan BUMN ini sebenarnya sudah banyak dilakukan pemerintah. Seperti kucuran APBN lewat penyertaan modal negara (PMN), hingga pembentukan holding BUMN perkebunan, yakni dengan menggabungkan beberapa PTPN yang jumlahnya mencapai 14 perusahaan.
Baca juga: Lahan Sengketa Rocky Gerung Vs Sentul City Dulunya Tanah Milik Negara
Sementara induk PTPN adalah PTPN III. Total luas perkebunan dalam grup PTPN ini mencapai 1,19 juta hektare dengan komoditas seperti sawit, kopi, kakao, teh, tembakau, tebu, dan karet.
Teranyar, PTPN jadi sorotan setelah Mneteri BUMN Erick Thohir membeberkan soal korupsi dan utang menggunung yakni mencapai Rp 43 triliun.
Eks Dirutnya tersandung korupsi
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi eks Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlagutan Pulungan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat Agustus lalu.
Dolly merupakan terpidana dalam kasus suap distribusi gula di PTPN III. Eksekusi itu dilakukan berdasarkan Putusan Peninjauan (PK) Kembali Mahkamah Agung (MA) RI Nomor : 237 PK/Pid.Sus/2021 tanggal 12 Juli 2021.
"Dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama masa penahanan dan pidana yang sedang dijalani saat ini," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Baca juga: Mengapa Negara Maju Gemar Punya Utang Banyak?
Dalam amar putusan tersebut, ucap Ali, Dolly tetap dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama.
Selain itu, eks Dirut PTPN III ini juga dibebankan membayar pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Dolly terbukti menerima suap sebesar 345.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 3,55 miliar.
Dalam perkara ini Dolly dan Direktur Pemasaran PT PTPN III I Kadek Kertha Laksana terbukti memberikan persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
Dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehingga pada tanggal 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dolly Parlagutan.
Baca juga: Erick Thohir soal Pembubaran 7 BUMN: Tak Perlu Tunggu Revisi UU
Pada rapat 21 Juli 2019 di Hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75.000 ton agar diserahkan kepada perusahaan Pieko.
Yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia. Sementara itu, gula milik PT PTPN III sebanyak 25.000 ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan itu, Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada tanggal 2 September 2019 oleh pimpinan cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin, kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing yaitu 345.000 dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta atau setara Rp3,55 miliar.
Baca juga: Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?
Adblock test (Why?)
BUMN PTPN Terlilit Utang Rp 43 Triliun, Erick Thohir: Penyakit Lama! - Kompas.com - Kompas.com
Read More