JAKARTA, investor.id – Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, pelonggaran terhadap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan penguatan indeks saham di luar negeri memicu aliran dana dari investor asing ke pasar saham Indonesia, sehingga transaksi beli bersih (net buy) meningkat. Investor asing tersebut berburu saham-saham berkapitalisasi besar (big cap).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono W. Widodo mengatakan, asing menilai saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar sedang murah harganya (undervalued). Hal itu juga didukung oleh peningkatan indeks saham di luar negeri. “Selain itu, indeks LQ45 dan IDX30 juga ketinggalan cukup jauh dari IHSG, sehingga membuat big cap companies semakin menarik dari sisi valuasi,” kata dia kepada Investor Daily, Jumat (23/7).
Sementara itu, analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya mengungkapkan, investor asing kemungkinan masuk ke pasar SBN terlebih dahulu sebelum pasar saham. “Net buy karena investor asing percaya dengan long term outlook ekonomi. Selain itu, IPO saham perusahaan teknologi juga berperan dalam peningkatan transaksi ini,” jelas dia.
Sejak awal tahun 2021 hingga 23 Juli, total net buy asing mencapai Rp 22,29 triliun. Dihari yang sama indeks alami penurunan 35,85 poin (0,58%) ke level 6,101,69. Sementara itu, kemarin, asing mencatat transaksi jual bersih (net sell) di semua pasar sebesar Rp 120 miliar, setelah cenderung net buy dalam beberapa hari terakhir. Adapun IHSG ditutup melemah 0,58% ke posisi 6.101,6.
Sementara itu, PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) memproyeksikan IHSG tahun ini bisa menembus level 6.400-6.800. Rencana penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham dua perusahaan teknologi raksasa menjadi salah satu katalis peningkatan IHSG.
Wealth Management Head Bank OCBC NISP Juky Mariska mengatakan, pada Juni 2021, IHSG bergerak sideways pada kisaran 5.950 hingga 6.100 atau hanya meningkat 0,64%. Melandainya pergerakan IHSG disebabkan oleh berkembangnya varian Covid-19, yakni varian Delta, yang cukup menyita perhatian investor pada Juni lalu.
"Berkembangnya varian Delta menimbulkan pernyataan para ahli yang mengungkapkan bahwa suntikan vaksin ekstra harus dipertimbangkan untuk mendapatkan perlindungan lebih dari varian baru," jelas dia dalam keterangan tertulis.
Dengan menyebarnya varian Delta itu, pemerintah menyikapinya dengan menerapkan PPKM. Kebijakan ini diterapkan sejak 3 Juli hingga 25 Juli mendatang. PPKM ini mengkhawatirkan pelaku pasar karena pemerintah berkemungkinan untuk melakukan lockdown secara penuh, meski pemerintah berusaha keras untuk menghindari hal tersebut. Karena itu, dengan lonjakan kasus baru harian pada Juni lalu, investor lebih banyak mengambil sikap wait and see daripada panic selling.
Dari sisi global, investor dikejutkan oleh sikap The Fed yang membahas waktu untuk melakukan program pelonggaran kuantitatifnya. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) itu juga memperkirakan bahwa kenaikan suku bunga dapat dimulai pada 2023, lebih awal dari sebelumnya.
Terlepas dari nada hawkish, The Fed hanya cenderung keluar dari kebijakan dovish secara bertahap, yakni dimulai dengan memperlambat pembelian obligasi dari awal 2022. Kehati-hatian The Fed seharusnya tetap menguntungkan aset risiko pada sisa 2021 dengan mempertahankan tingkat bunga di level 0-0,25% dan masih membeli obligasi senilai US$ 120 miliar per bulan untuk mendukung ekonominya.
Ke depan, investor yang tenang dan oportunistik akan mencari saham di sektor-sektor yang kurang baik pada bulan Juni, seperti transportasi dan logistik, yang terkoreksi 6,72%, properti & real estat yang menurun 5,54% dan non-cyclicals konsumen yang terkontraksi 3,39%. Rencana IPO GoTo dan pencatatan saham (listing) Bukalapak juga akan menjadi fokus investor. Hal ini akan menjadi ujung tombak revolusi teknologi di Indonesia dan membantu menggeser ekonomi lama ke ekonomi baru.
Editor : Jauhari Mahardhika (jauhari@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily
Harga Sedang Murah, Saham 'Big Cap' Diburu Investor Asing - Investor Daily
Read More
No comments:
Post a Comment