KOMPAS.com - Pasar mata uang kripto (cryptocurrency) kembali mengalami "kebakaran" pada Senin (24/1/2022). Berdasarkan data di situs CoinDesk, nilai Bitcoin kembali mengalami penurunan hingga 6 persen dalam 24 jam terakhir, menjadi 33.184 dolar AS atau sekitar Rp 475,8 juta per keping.
Dalam sepekan terakhir, harga Bitcoin tercatat turun 21,74 persen dan merosot hingga 27 persen selama bulan ini. Nilai yang dimiliki Bitcoin saat ini tercatat mencapai titik terendah sejak 24 Juli 2021 lalu.
Dibandingkan awal Januari lalu, harga Bitcoin telah mengalami penurunan hingga 10.000 dolar AS (sekitar Rp 143,4 juta).
Baca juga: Harga Bitcoin Anjlok, Pasar Kripto Dunia Rugi Hingga Rp 14.329 Triliun
Sementara itu, Ethereum terjerembap hampir 10 persen ke kisaran 2.270 dolar AS (sekitar Rp 32 juta). Angka tersebut merupakan poin harga terendah untuk Ethereum sejak 28 Juli 2021. Sejauh ini, nilai Ethereum anjlok sekitar 38 persen sepanjang Januari 2022.
Tidak hanya terjadi pada Bitcoin dan Ethereum saja, sejumlah mata uang kripto lainnya bernasib serupa dalam periode waktu yang sama.
Harga mata uang kripto populer seperti Solana, Cardano, Polkadot terjun hingga menjadi di kisaran 17,8 persen (SOL), 12 persen (ADA), dan 11,6 persen (DOT).
Melihat tren penurunan yang terjadi pada pasar cryptocurrency, sejumlah analis mulai mencoba melakukan analisa lebih yang mendalam.
Sebagaimana dihimpun KompasTekno dari CoinDesk, Senin (24/1/2022), setidaknya ada tiga faktor yang diduga dapat melemahkan harga mata uang kripto.
Baca juga: Harga Bitcoin, Ethereum, dkk Anjlok Lagi
Faktor pertama yang menyebabkan nilai cryptocurrency "berdarah" rupanya berasal dari sentimen negatif yang kerap muncul di benak investor dan para trader.
"Sentimen ini didorong oleh serangkaian berita suram yang menyelimuti segala bentuk data aset objektif," ungkap Jason Deane selaku analis di Quantum Economics.
Deane berpendapat bahwa aksi penurunan harga ini mungkin akan terus berlanjut dalam waktu dekat. Menurut Deane, ada kemungkinan besar jika penekanan harga kembali terjadi.
Sementara itu, pendiri IDX Digital Assets Ben McMillan menyebutkan bahwa adanya leverage panjang yang semakin memperburuk aksi jual-beli cryptocurrency di pasar Asia pada Jumat, (21/1/2022) lalu.
Laverage diartikan sebagai strategi para investor untuk menggunakan utang (modal pinjaman) untuk memperbesar peluang pengembalian investasi mereka.
Baca juga: Harga Bitcoin Anjlok pada Awal 2022, Ini Penyebabnya
Kepala penelitian di IntoTheBlock Lucas Outumuro juga menyumbangkan pendapat pribadinya. Menurut Outumuro, pasar mata uang kri[to bergerak beriringan dengan tren pasar tradisional.
Senada dengan yang diungkapkan Deane, Outumuro menilai bahwa sentimen negatif yang beredar belakangan ini semakin mendorong penurunan nilai harga mata uang kripto.
"Ketakutan ekonomi makro dan pendapatan perusahaan teknologi yang buruk juga semakin memperkeruh korelasi ini,” kata Outumuro.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Harga Bitcoin Anjlok Lagi, Sentuh Titik Terendah Dalam 6 Bulan Terakhir - Kompas.com - Tekno Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment