Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditopang sikat wait and see hasil Simposium Jackson Hole dan setelah hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI)
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,33% terhadap dolar AS di angka Rp15.290/US$ pada hari Jumat (25/8/2023) dan secara mingguan melemah tipis 0,07%. Selama sesi perdagangan hari ini, tercatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menembus Rp15.300/US$, tepatnya di posisi Rp15.304/US$.
Lebih lanjut, pelemahan ini memutus tren penguatan beruntun yang terjadi sejak 22 Agustus 2023 - 24 Agustus 2023.
Pelemahan rupiah hari ini terjadi di tengah sikap wait and see pasar yang menunggu hasil Simposium Jackson Hole, di Wyoming, selama tiga hari, sejak Kamis kemarin, yang diselenggarakan setiap tahun oleh Bank Sentral AS (The Fed) wilayah Kansas City sejak 1981.
Hari ini, Ketua The Fed, Jerome Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8/2023) di Jackson Hole.
Dalam pidatonya, yang ditetapkan pada pukul 10:05 waktu AS atau 21.05 WIB, Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
Sedangkan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed berikutnya sendiri akan diadakan pada 19-20 September 2023 yang akan menetapkan apakah suku bunga AS mengalami kenaikan atau bertahan di angka 5,25%-5,50%.
Pidato Powell akan dinanti-nanti karena secara historis memiliki efek kejut yang besar untuk pasar.
Selain itu, pelemahan rupiah berkorelasi dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang mengalami apresiasi menjadi 104,18 atau naik 0,20% dibandingkan Kamis (24/8/2023) yang ditutup menguat 0,54% di angka 103,98.
Beralih ke dalam negeri, terdapat sentimen dari BI yang kembali menahan suku bunga di angka 5,75% sejak Januari 2023 atau delapan kali beruntun.
Sementara untuk suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Sedangkan Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan mempertahankan BI Rate ini konsisten dengan stand kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali di 3% plus minus 1% dan 2% plus minus 1% pada 2024.
Sebagai catatan, inflasi Indonesia telah mengalami penurunan dari titik tertinggi September 2022 hingga menyentuh titik terendah dalam 11 bulan terakhir yakni di angka 3,08% secara tahunan pada Juli 2023.
Perry menegaskan fokus kebijakan moneter BI akan diarahkan pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, Perry mengatakan kebijakan makroprudensial longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau.
Selain itu, menurutnya, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang pro-market untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.
Salah satu caranya yakni dengan menerbitkan instrumen investasi yang baru yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
"Kita keluarkan SRBI, apa itu? SRBI itu kepanjangan adalah Sekuritas Rupiah BI. Kenapa disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki BI Rp 1.000 triliun," ungkap Perry.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor "Buang" Dolar?
(rev/rev)
Tunggu Sabda Powell, Rupiah Akhirnya Tunduk di Hadapan Dolar - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment