Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten tambang batu bara masih menjadi primadona di pasar modal Tanah Air.
Bukan hanya kalangan investor ritel saja yang banyak memperbincangkan saham-saham di sektor yang satu ini, tetapi kebanyakan analis juga masih memandang saham batu bara sebagai aset yang menarik untuk dikoleksi.
Jika melongok ke laporan keuangan semester I-2022, dari 11 perusahaan tambang batu bara yang telah merilis kinerjanya mencatatkan pertumbuhan laba ratusan bahkan ribuan persen.
Bahkan jika laba bersih ke-11 perusahaan tersebut ditotal, maka total laba bersihnya bisa mencapai Rp 48 triliun.
Apabila dibandingkan dengan total laba bersih semester I tahun sebelumnya yang hanya Rp 10 triliun, maka capaian laba bersih tahun ini melonjak 390% secara year on year (yoy).
Dengan capaian tersebut wajar saja jika indeks sektoral energi berhasil menguat sampai 82% sepanjang tahun ini.
Namun dengan kenaikan harga saham batu bara yang signifikan dan bahkan memberikan capital gain mencapai ratusan persen, apakah secara valuasi masih menarik? Mana saja emiten batu bara yang valuasinya masih terbilang menarik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, metode valuasi sederhana yang bisa digunakan adalah Price to Earning Ratio (PER).
PER merupakan salah satu metode valuasi yang membandingkan antara harga di pasar dengan laba bersihnya, atau market cap dengan earnings.
Pandangan umum menyatakan, apabila suatu perusahaan di-valuasi lebih dari 10 kali labanya, maka bisa dikategorikan sahamnya sudah kemahalan alias overvalued.
Tetapi perlu diingat, untuk saham komoditas yang sifatnya cyclical seperti batu bara, sangat wajar pasar menghargai emiten dengan PER di bawah 10 dan bahkan di bawah 5 karena sangat kecil kemungkinan laba emiten akan bertahan tinggi di waktu yang lama.
Hal ini karena harga komoditas batu bara sangat berfluktuasi dan saat ini berada di level tertingginya, sehingga laba emiten batu bara juga jumbo. Nantinya jika harga batu bara sudah kembali normal, maka pendapatan pastinya akan turun dan PER akan kembali ke level normal.
Berikut ini adalah hasil valuasinya dengan seluruh nilai seperti laba bersih, market cap, dan PER.
Emiten |
Laba Bersih 1H22 (Rp triliun) |
Laba Bersih 1H21 (Rp triliun) |
%YoY |
Laba Bersih Annualized (Rp triliun) |
Market Cap (Rp triliun) |
PER |
ADRO |
18.0 |
2.5 |
620% |
36 |
129 |
3.6 |
BSSR |
1.9 |
0.6 |
233% |
4 |
13 |
3.3 |
BUMI |
2.5 |
0.0 |
9.024% |
5 |
28 |
5.6 |
GEMS |
5.0 |
2.1 |
138% |
10 |
46 |
4.6 |
HRUM |
2.2 |
0.2 |
1.367% |
4 |
25 |
5.7 |
INDY |
3.0 |
0.2 |
1.624% |
6 |
17 |
2.8 |
ITMG |
6.8 |
1.7 |
300% |
14 |
50 |
3.7 |
KKGI |
0.3 |
0.1 |
417% |
1 |
4 |
5.9 |
MBAP |
1.7 |
0.4 |
295% |
3 |
11 |
3.4 |
PTBA |
6.2 |
1.8 |
244% |
12 |
52 |
4.2 |
TOBA |
0.5 |
0.3 |
64% |
1 |
7 |
7.1 |
Dari 11 emiten batu bara yang sudah melaporkan kinerja keuangan semester I-2022, nilai PER-nya berada di kisaran 2,8-7,1 kali. Rata-rata PER berada di 4,5 kali.
PER terendah dimiliki oleh saham PT Indika Energy Tbk (INDY) sedangkan yang tertinggi milik PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Sebagai catatan, laba bersih yang digunakan dalam metode valuasi ini adalah laba bersih yang disetahunkan (annualized).
Dari 11 emiten batu bara tersebut ada 6 saham yang PER-nya di bawah rata-rata dan sisanya berada di atas rata-rata.
Menariknya dari ke-6 saham yang di-valuasi relatif murah tersebut, beberapa nama besar seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), hingga PT Bukit Asam Tbk (PTBA), masih bisa dikatakan murah jika dibandingkan dengan peers-nya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
(trp/vap)
Sedang Hot! Saham Batu Bara Mana yang Paling Murah? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment