JAKARTA, KOMPAS.com - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berencana memperkuat rasio modal inti utama atau tier 1 capital. Ini akan dilakukan perseroan dengan cara menggelar Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Direktur Utama BTN Haru Koesmargyo mengatakan, jika dibandingkan dengan 11 bank besar berdasarkan aset, BTN memiliki rasio modal inti yang paling rendah. Tercatat hingga kuartal II-2021 rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BTN sebesar 17,8 persen, dengan komponen modal inti sebesar 12,99 persen.
"Ini yang terendah di antara 11 peers bank. Dan untuk tetap bisa melakukan aktivitas penyaluran kredit BTN harus menerbitkan sub debt untuk bisa menjaga modal minimum," kata dia saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI, Kamis (9/9/2021).
Baca juga: Kementerian BUMN Minta Garuda Indonesia Pelajari Putusan Pengadilan Arbitrase London
Pelaksanaan rights issue diharapkan mampu memperkuat struktur pemordalan BTN, sehingga perseroan dapat menjaga CAR sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni sebesar 15,25 persen.
"Dana rights issue yang nanti kita terima akan digunakan sepenuhnya untuk penyaluran kredit, khususnya kredit perumahan," ujar Haru.
Haru menjelaskan, saat ini komposisi kepemilikan saham BTN terdiri dari 60 persen milik pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, sementara 40 persen sisanya dimiliki publik dengan akumulasi 24 persen kepemilikan investor domestik dan 16 persen investor asing.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Dengan komposisi tersebut, semula pada awal tahun BTN berencana menggelar right issue dengan target dana segar sebesar Rp 5 triliun. Melalui rencana ini, maka hak pemerintah sebesar 60 persen atau setara Rp 3 triliun, dan hak publik 40 persen atau setara Rp 2 triliun.
Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk meningkatkan porsi penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR), menjadi 1,2 juta kredit selama lima tahun ke depan, dari 2021 sampai 2025.
Baca juga: Ini Kata BTN soal Rencana Rights Issue pada 2022
"Namun dari berbagai audiensi, termasuk dengan Kementerian Keuangan, kami mengajukan usulan di alternatif 2, di mana (target) rights issue diturunkan menjadi Rp 3,3 triliun. Terdiri dari hak pemerintah 60 persen sebesar Rp 2 triliun dan publik 40 persen sebesar Rp 1,3 triliun," tutur Haru.
Lebih lanjut Haru menyebutkan, dengan alternatif tersebut maka target penyaluran KPR juga disesuaikan, yakni dari rencana awal 1,2 juta kredit menjadi 1 juta kredit dalam kurun waktu 5 tahun.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Naptupulu belum bisa memastikan pelaksanaan HMETD, lantaran pihaknya harus melihat kondisi Pasar Modal Indonesia pada tahun depan.
"Masih on the process," katanya dalam Public Expose yang digelar secara virtual.
Kendati begitu, bank pelat merah itu optimis bisa melakukan rights issue pada 2022, meski pandemi Covid-19 belum mereda.
"Berapa nilainya, kami belum bisa menyampaikan karena juga belum standed secara formal. Tapi kami mempercayai, diberikan kesempatan tahun 2022 untuk bisa rights issue. Apakah hal yang tepat mengingat kondisi saat ini, kan ini (rights issue-nya) tahun depan. Karena ini diusulkannya di RAPBN 2022. Jadi pelaksanaannya tahun depan," tuturnya.
Baca juga: Ini Strategi BTN Kejar Target Bisnis pada 2021
Perkuat Modal Inti, BTN Bakal Gelar Rights Issue - Kompas.com - Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment