Rechercher dans ce blog

Tuesday, August 24, 2021

Ada 'Hantu' di Balik Duet Maut Sri Mulyani & BI Tangani Utang - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Tapering di Amerika Serikat (AS) kini menjadi hantu bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Ada kekhawatiran hal tersebut bisa mengganggu pasar keuangan dalam negeri, juga pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Hal ini turut menjadi pertimbangan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) bersedia burden sharing alias berbagai bebas atas biaya penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi. Di samping juga beban bunga utang pemerintah.

"Dari sisi pengaturan SKB III ini, kita lihat kondisi fleksibel, karena pandemi covid varian baru selalu muncul. BI dan pemerintah waspada perkembangan dari sisi pandemi, ekonomi dan perkembangan global," ungkap Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021)


Sinyal tapering mencuat setelah ekonomi AS terindikasi pulih lebih cepat. Bank Sentral AS kemudian akan mulai menaikkan suku bunga acuan secara bertahap, dimungkinkan dimulai pada tahun ini.

Belajar dari 2013, tapering bisa memicu gejolak dan kenaikan yield surat berharga negara (SBN). Sehingga ketika pemerintah menerbitkan SBN, maka beban utang yang dihadapi jadi lebih berat di tahun-tahun berikutnya. Sekarang saja yield berkisar di level 6,3%.

Maka dari itu, BI ikut membantu dengan pembelian SBN sebesar Rp 439 triliun. Dalam rinciannya, SKB ini terbagi atas dua kluster. Klaster A, BI akan berkontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp 58 triliun pada 2021. Selanjutnya di 2022, BI juga akan kembali menanggung Rp 40 triliun. Dengan catatan sesuai kemampuan neraca BI.

Tingkat suku bunga reverse repo BI tenor 3 bulan akan ditanggung oleh Bank Indonesia (BI).

Sementara untuk klaster B adalah penanganan kesehatan selain klaster A dan pendanaan untuk berbagai program perlindungan bagi masyarakat dan UMKM. BI akan berkontribusi sebesar Rp 157 triliun dan 2022 sebesar Rp 184 triliun. Tingkat bunganya sama dengan klaster A, hanya saja ditanggung oleh pemerintah.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan ini memang berdasarkan kondisi terkini. Mulai dari penyebaran varian delta hingga perkembangan ekonomi global. Sebab, hingga Juni 2021, belum ada pembicaraan mengenai SKB III.

"Jadi tolong resapi dalam hati, beli vaksin dan biaya RS, wajar gak pemerintah terbitkan SBN dengan bunga pasar yang rata-rata 6,79%. Kita pikir tanpa mengurangi kemampuan BI, kita gunakan instrumen pasar dan dengan private placement dengan reverse repo rate. Sehingga beban negara lebih kecil dan dana tangani kesehatan tidak harus realokasi," jelasnya pada kesempatan yang sama.

"Makanya BI terpanggil, dan kami hitung gimana Rp 215 triliun dan Rp 224 triliun gak usah bunga pasar tapi bunga BI," tegas Perry.

Halaman Selanjutnya >> Burden Sharing BI-Pemerintah Solusi Tepat?

Adblock test (Why?)


Ada 'Hantu' di Balik Duet Maut Sri Mulyani & BI Tangani Utang - CNBC Indonesia
Read More

No comments:

Post a Comment

Wamildan Tsani Panjaitan Ditunjuk Jadi Dirut Garuda Indonesia - Kompas.com

[unable to retrieve full-text content] Wamildan Tsani Panjaitan Ditunjuk Jadi Dirut Garuda Indonesia    Kompas.com Dua Dirut BUMN yang Ba...