Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Amerika Serikat (AS) periode Maret 2024 mencapai 3,5% secara tahunan (yoy), lebih panas dari prediksi pasar yang proyeksi bisa melandai ke 3,4% yoy.
Begitu pula dengan inflasi inti yang lebih panas dari konsensus yang memperkirakan angka 3,7% yoy. Namun kenyataannya mencapai 3,8% yoy pada Maret 2024, sama seperti bulan sebelumnya.
Inflasi AS yang lebih panas ini perlu diantisipasi lantaran dapat berdampak ke aset yang bergerak volatile di pasar, seperti pasar saham, crypto, hingga nilai tukar. Serta, dapat memengaruhi kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) tidak akan buru-buru menurunkan suku bunga acuan.
Dampak secara langsung sudah terlihat pada indeks dolar AS (DXY) dalam hari ini, Rabu (10/4/2024) sudah menguat 0,71% menembus 104,82. Kuatnya dolar AS juga patut diwaspadai lantaran bisa menekan mata uang negara lain, termasuk Indonesia kendati hari ini masih libur.
Kendati begitu, perhitungan CME FedWatch Tool memperkirakan penurunan suku bunga acuan The Fed pada Juni mendatang sudah mencapai 56,2%. Peluang ini malah meningkat tipis dibandingkan perkiraan satu hari sebelumnya sebesar 56,1%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Inflasi AS Sudah Melandai, Rupiah Malah Lesu
(tsn)
Ekonomi Amerika Makin Panas, Dampaknya ke Aset Ini - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment