Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat 1,26% ke 6.762,25 pekan ini, sekaligus mengakhiri kemerosotan dalam empat minggu beruntun. Libur Hari Raya Nyepi dan cuti bersama membuat perdagangan hanya berlangsung tiga hari saja, IHSG mampu mencatat penguatan sebanyak dua kali.
Dari pasar obligasi, mayoritas Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami penguatan, terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami penurunan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika yield turun artinya harga sedang naik.
Rupiah juga mampu mencatat penguatan tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang kinerja apik pekan sebelumnya. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah tercatat melesat 1,24% ke Rp 15.150/US$, level tersebut merupakan yang terkuat sejak 10 Februari lalu.
Penguatan tajam tersebut tercatat terjadi hanya dalam sehari perdagangan pada Jumat (24/3/2023). Penyebabnya, pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
SBN hingga IHSG juga merespon pengumuman tersebut dengan penguatan tajam, dan berpeluang berlanjut awal pekan depan.
Pada Kamis (23/3/2023) dini hari waktu Indonesia, The Fed di bawah pimpinan Jerome Powell kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% - 5%.
Dengan demikian dalam satu tahun terakhir The Fed total menaikkan suku bunga sebanyak 9 kali sebesar 475 basis poin. Ke depannya, bank sentral paling powerful di dunia ini melihat rilis data-data ekonomi terbaru akan menentukan akan suku bunga perlu dinaikkan lagi atau tidak.
"Komite pembuat kebijakan akan melihat informasi terbaru dan menilai implikasinya untuk menentukan kebijakan moneter," tulis pernyataan The Fed setelah mengumumkan kenaikan suku bunga.
Powell menyoroti kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) membuat likuditas perbankan menjadi lenih ketat, sehingga The Fed yang sebelumnya terlihat akan kembali agresif menaikkan suku bunga mengendurkan langkah tersebut.
Foto: FedWatch, CME Group
|
Pasar kini melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Bahkan banyak yang memprediksi suku bunga akan dipangkas pada Juli nanti. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54% The Fed akan memangkas suku bunganya 25 basis poin menjadi 4,5% - 4,75%.
Pasar pun menyambut dengan optimisme yang besar, ada harapan Amerika Serikat tidak akan mengalami resesi alias soft landing.
Meski demikian, pelaku pasar juga masih was-was terhadap stabilitas finansial setelah kolapsnya SVB dan dua bank lainnya di Amerika Serikat. Gonjang-ganjing tersebut akhirnya merembet ke Eropa, Credit Suisse nyaris kolaps.
Dana Moneter Internasional (IMF) risiko stabilitas finansial semakin meningkat dan meminta semua negara terus waspada.
"Kami terus memonitor perkembangan dengan seksama dan menilai kemungkinan implikasinya ke outlook perekonomian global serta stabilitas finansial global," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, sebagaimana dikutip CNBC International, Minggu (26/3/2023).
Selain itu data inflasi dari Eropa dan Amerika Serikat versi personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed akan menjadi perhatian utama pelaku pasar pekan depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Market Focus: IHSG Melesat 1,76% & Inggris di Jurang Resesi
(pap/pap)
Balik Arah, The Fed Diprediksi Bakal Pangkas Suku Bunga - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment