Perusahaan keuangan top asal Amerika Serikat, JP Morgan Chase (JPMC) mengaku tertipu, pasca mengakuisisi startup fintech bernama Frank. JPMC menuntut Frank, Charlie Javice dan juga Oliver Amar telah memalsukan data pengguna startup. Frank atas tuduhan pemalsuan jumlah pengguna.
Frank sendiri merupakan startup yang memberikan layanan berupa pinjaman pendidikan kepada pelajar di AS. JPMC mengakuisisi Frank dengan biaya sebesar US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun (dalam kurs Rp 15.250).
Dilansir dari Forbes, Minggu (15/01/2023), Frank diduga memalsukan jumlah penggunanya. Startup tersebut mengklaim memiliki 4,25 juta pengguna, padahal pengguna aslinya cuma 300 ribuan orang saja.
Informasi ini tertuang dalam gugatan yang diayangkan JPMC ke pengadilan Pengadilan Distrik AS di Delaware akhir tahun lalu. Kebohongan ini terdeteksi setelah pihaknya mengirimkan email pemasaran ke 400.000 pelanggan Frank. Namun ternyata, 70% email tersebut dikembalikan.
Salah satu bank yang bekerja sama dengan kedua belah pihak pasca akuisisi mengatakan, Javice dan Amar meminta direktur teknik Frank untuk membuat detail pelanggan palsu setelah JP Morgan meminta detail pengguna sebagai bagian dari pembicaraan pengambilalihan.
Setelah direktur tekniknya menolak, Javice kemudian diduga telah membayar US$ 18.000 atau sekitar Rp 274,5 juta kepada seorang profesor ilmu data untuk membuat jutaan akun palsu menggunakan data sintetis.
Pengacara Javice sendiri membantah tuduhan itu. Justru Javice malah mengajukan tuntutan balik yang menyebutkan JP Morgan berusaha untuk merusak perjanjian akuisisi yang sudah disepakati.
JP Morgan sendiri sudah menutup operasi Frank pada hari Kamis setelah gugatan itu dipublikasikan. Javice sendiri tetap bekerja sebagai direktur pelaksana yang mengawasi produk Frank setelah akuisisi dilakukan. Namun, JPMC menghentikan pekerjaannya pada bulan November.
Di sisi lain, Kepala Eksekutif JP Morgan Chase Jamie Dimon mengakui pihak membuat kesalahan pada akuisisi Frank yang dilakukan sejak September 2021.
"Akuisisi itu adalah kesalahan besar. Jelas ketika Anda bangun 300 kali setahun Anda akan mengalami kesalahan, dan kami tidak ingin perusahaan kami takut akan kesalahan dan tidak melakukan apa-apa," kata Dimon dalam pertemuan dengan analis.
Kasus penipuan ini cukup mengagetkan publik, pasalnya Javice sempat masuk dalam daftar Forbes 30 under 30 di kategori Finance di tahun 2019. Daftar itu berisi 30 tokoh muda di bawah 30 tahun yang memiliki prestasi mentereng dan kontribusi besar bagi masyarakat.
Javice masuk daftar tersebut karena membesut startup Frank yang dapat mempercepat dan mempermudah proses pengajuan pinjaman pendidikan untuk mahasiswa di Amerika Serikat.
Forbes menyebut Javice mendirikan Frank dari awalnya cuma beranggotakan 15 orang pada tahun 2016. Sejak saat itu, dia telah mengumpulkan US$ 16 juta pendanaan untuk Frank. Startup yang dibesutnya juga diklaim telah membantu 300.000 pengguna mengajukan permohonan bantuan keuangan.
Simak Video "Jawaban Elon Musk soal Tesla Disebut Segera Bangun Pabrik di RI"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)
Ini Lho Kebohongan Startup Frank yang Bikin JP Morgan Kena Tipu Rp 2,6 T - detikFinance
Read More
No comments:
Post a Comment