Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara diperkirakan akan terus melandai ke depan. Menurunnya permintaan serta ancaman resesi diproyeksi membuat harga batu bara semakin menjauh dari level psikologis US$ 400 per ton.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (8/10/2022), harga batu bara kontrak November di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 380,15 per ton. Harganya ambruk 6,36%. Harga tersebut adalah yang terendah sejak 9 Agustus 2022 atau dua bulan terakhir.
Pelemahan tersebut membuat harga batu bara terlempar dari level US$ 400 unuk pertama kalinya sejak 12 Agustus 2022. Dalam sepekan, harga batu bara anjlok 6,8% secara point-to-point. Harga batu bara juga sudah ambles 12,6% sebulan tetapi masih menguat 69% dalam setahun.
Jika menghitung pergerakan dalam sepekan maka harga batu bara sudah melemah dalam lima pekan terakhir. Pelemahan selama lima pekan terakhir terjadi pada April-Mei 2020 atau di awal pandemi Covid-19.
Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan pelemahan batu bara akan berlanjut. Harga emas hitam diproyeksi akan bergerak di kisaran US$ 370-390 pada pekan ini.
"Kemungkinan besar (harga batu bara) masih akan meneruskan tren penurunan saat ini. Ternyata ekspektasi resesi masih berdampak sangat besar kepada penurunan permintaan ke depan," tutur Zuhdi, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan penurunan permintaan disebabkan oleh ancaman resesi. Zuhd menjelaskan persoalan yang dialami salah satu perusahaan perbankan utama dunia, Credit Suisse Group AG, membuktikan bahwa ancaman resesi adalah nyata.
Sebagai catatan, Creedit Suisse dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas. Tekanan keuangan ini mendorong kekhawatiran investor sehingga menekan kinerja saham dan obligasinya.
Terkait resesi, Managing Director IMF Kristalina Georgieva, Minggu (9/10/2022), menyatakan bahwa risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan terus meningkat. Ia mengatakan prospek ekonomi global 'gelap' mengingat guncangan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, serangan Rusia ke Ukraina, dan bencana iklim di semua benua.
"Kami mengalami perubahan mendasar dalam ekonomi global, dari dunia yang relatif mudah diprediksi ... ke dunia dengan lebih banyak kerapuhan - ketidakpastian yang lebih besar, volatilitas ekonomi yang lebih tinggi, konfrontasi geopolitik, dan bencana alam yang lebih sering dan menghancurkan," katanya dalam pidato di Universitas Georgetown dikutip Reuters, Minggu (9/10/2022).
Besarnya ancaman resesi ini yang kemudian membuat keputusan negara eksportir minyak mentah OPEC+ untuk memangkas produksi tidak terlalu berdampak ke batu bara.
Harga batu bara lebih mengikuti pergerakan gas yang anjlok pekan lalu.
Harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) anjlok 17,3% sepekan ke 156,21 euro per megawatt-jam (MWH). Harga tersebut adalah yang terendah dalam 2,5 bulan. Harga gas melandai setelah Jerman melaporkan kapasitas storage gas mereka sudah terisi 93,1% sementara Eropa rata rata menyentuh 90,1%.
Batu bara adalah sumber energi alternatif bagi gas sehingga pelemahan harga gas langsung menyeret harga batu bara ke bawah.
Namun, Zuhdi juga mengingatkan jika mash ada penopang harga batu bara ke depan. Di antaranya adalah kemungkinan kenaikan permintaan dari India dan China serta persoalan cuaca yang dihadapi Indonesia dan Australia.
Sebelumnya, S&P Global juga memperkirakan permintaan dari India dan China diperkirakan membaik pada kuartal IV-2022 sejalan dengan perbaikan ekonomi mereka.
Sementara itu, Australia dan Indonesia kini dihadapkan pada musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Kondisi tersebut bisa menghambat proses produksi dan pengiriman batu bara. Padahal, Indonesia dan Australia adalah eksportir terbesar batu bara di dunia.
Dilansir dari The Guardian, otoritas Australia terus mengingatkan akan ancaman banjir karena tingginya curah hujan. Wilayah yang dikhawatirkan tergenang banjir adalah New South Wales dan Queensland yang merupakan kantong-kantong produksi batu bara.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga telah memperingatkan masyarakat Indonesia untuk waspada akan potensi cuaca ekstrem hujan lebat yang akan terjadi hingga 15 Oktober.
Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan produksi batu bara mereka terhambat oleh persoalan cuaca. Kendati demikian, perusahaan sudah berupaya untuk mengambil langkah mitigasi agar produksi tetap berjalan.
"Kam telah mengambil sejumlah langkah mitigasi (terkait cuaca) seperti memperbanyak peralatan, menggunakan peralatan yang lebih ringan serta meningkatkan penggalian saat kondisi kering. Namun, mempertahankan output seperti kondisi normal jelas masih menjadi sebuah tantangan," tutur Dileep kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Investor Lirik Lagi Batu Bara, Sinyal Energi Hijau Meredup?
(mae/luc)
Pekan Berat Menanti Batu Bara, Harganya Diramal Memudar - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment