Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih tertahan di bawah US$ 400/ton di pekan ini. Selain itu, penurunan kembali terjadi sehingga memperpanjang tren negatif, harga batu bara turun dalam 6 dari 7 pekan terakhir.
Melansir data dari Refinitiv, harga batu bara kontrak 2 bulan ke depan di Ice Newcastle Australia turun 1,9% ke US$ 389,95/ton.
Ke depannya, harga batu bara diperkirakan masih akan turun. Fitch Solutions menurunkan rata-rata harga batu bara di 2023 menjadi US$ 280/ton dari sebelumnya US$ 320/ton, dan di 2024 sebesar US$250/ton.
Penurunan tersebut tentunya membuat pesta 'durian runtuh' Indonesia bisa berakhir. Seperti diketahui, tingginya harga batu bara menjadi salah satu pendongkrak surplus neraca perdagangan Indonesia hingga 29 bulan beruntun. Valuta asing pun mengalir ke dalam negeri.
Di pekan ini, harga batu bara berfluktuasi mengikuti pergerakan harga gas alam, meski pergerakannya tidak seliar komoditas energi lainnya itu.
Harga gas alam EU Dutch TTF (EUR) melonjak 13% pada perdagangan Kamis lalu ke 127,15 euro per megawatt-jam (MWH). Harga gas kembali naik setelah produksi gas alam cair dari Norwegia melandai dari 345 juta meter kubik (mmc) per hari pada Agustus menjadi 303 mmc/hari pada September.
Norwegia kini merupakan salah satu penyuplai utama gas ke Eropa setelah Rusia memangkas gas ke Eropa. Harga gas juga naik setelah produksi listrik dari angin dan nuklir Eropa turun, salah satunya karena aksi mogok di Prancis.
Namun sebelum melonjak, pada perdagangan Selasa harga gas alam merosot sekitar 11% dan menyentuh level terendah dalam 4 bulan terakhir.
Selain volatilitas tinggi harga gas alam, banjir yang melanda Australia juga turut mempengaruhi harga batu bara.
Banjir diperkirakan kembali melanda negara bagian New South Wales dan Queensland, dua kantong produsen utama batu bara di Australia. Biro Meterologi Australia telah mengeluarkan peringatan banjir untuk sejumlah wilayah, termasuk Lower Hunter dan Wollombi di New South Wales hingga akhir pekan.
Sebagai catatan, banjir di Lower Hunter pada Juli lalu juga dilanda banjir hingga menyebabkan gangguan pengiriman batu bara dari Australia selama dua pekan.
Hujan deras juga diperkirakan akan melanda wilayah Bowen dan cekungan surat di negara bagian Australia. Australia setidaknya sudah menghadapi cuaca ekstrim sebanyak tiga kali pada tahun ini karena fenomena La Nina, yakni pada Maret, Juli, dan Oktober.
Australia merupakan eksportir terbesar batu bara kokas dan eksportir terbesar batu bara kedua untuk thermal sehingga gangguan produksi dan distribusi akan membuat pasokan global terancam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Usul Bentuk Indeks, RI Ketiban 'Durian Runtuh' Dari Batu Bara
(pap/cha)
Harta Batu Bara Rontok! Pesta 'Durian Runtuh' RI Bubar? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment