Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali lesu pada perdagangan Jumat (6/5/2022), seiring dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil (yield) Treasury AS menguat di tengah sikap bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang hawkish.
Menurut Refinitiv, per pukul 11.15 WIB, harga emas di pasar spot turun tipis 0,01% secara harian ke posisi US$ 1.876,70/troy ons. Kemarin, harga emas juga merosot 0,22%.
Memang, semenjak menyentuh level US$ 1.978,49/troy ons pada 18 April 2022, harga emas cenderung melemah. Dalam sepekan, misalnya, harga si logam kuning sudah turun 1,04%.
Indeks dolar AS pun sempat menyentuh level tertinggi 20 tahun, yakni 103,928, pada Kamis (28/5/2022) pekan lalu. Sementara, imbal hasil Treasury AS kembali naik setelah mencapai level tertinggi sejak November 2018 di sesi sebelumnya.
Yield obligasi tenor 10 tahun A naik 12 basis poin ke 3,04% di perdagangan sore hari waktu setempat. Namun, yield obligasi tenor 10 tahun sempat menyentuh level tertinggi di 3,106% dan menjadi level tertinggi sejak 2018. Hal serupa terjadi pada yield obligasi tenor 30 tahun lompat 12 basis poin ke 3,126%.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya, ketika yield naik, berarti harga turun.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan menaikkan suku bunga acuan setengah poin persentase pada Rabu (4/5) sore waktu setempat, yang menjadi kenaikan terbesar sejak tahun 2000 dan sejalan dengan ekspektasi pasar.
The Fed juga menguraikan rencananya untuk mulai mengurangi neraca pada bulan Juni.
Namun, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bahwa kenaikan 75 basis poin bukanlah sesuatu yang dipertimbangkan secara aktif oleh Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC). Sehingga, yield obligasi tenor 10 tahun jatuh di waktu yang sama.
Selain soal The Fed, investor juga menunggu rilis data pekerjaan AS pada Jumat malam waktu Indonesia.
"Saya tidak akan terkejut melihat rilis angka upah (pekerja AS) di atas konsensus lainnya, dan ini mungkin tidak baik untuk emas karena pasar akan membaca hal itu sebagai tanda peningkatan peluang kenaikan poin suku bunga 75 basis poin pada pertemuan FOMC Juli, " kata Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management, dikutip Reuters.
Sebagaimana diketahui, emas tidak menawarkan imbal hasil, tidak seperti, katakanlah, obligasi. Karena itu, si logam kuning ini cenderung tidak diminati investor ketika suku bunga naik.
Ke Depan Bakal Cerah?
Di sisi lain, analis dari Bloomberg Intelligence, Mike McGlone dalam outlook bulan Mei menunjukkan harga komoditas akan bergerak dengan volatilitas sangat tinggi, dan emas yang akan diuntungkan.
"Komoditas akan bergerak sangat volatil di tahun ini, seperti pada 2008, perkembangan tersebut akan membuat emas bersinar," kata McGlone sebagaimana dilansir dari Kitco, Rabu (4/5/2022).
"Dalam 10 tahun terakhir indeks komoditas mengalami kenaikan 50%, sementara indeks harga produsen naik 30%. Kenaikan tersebut akan menyusut karena dunia menghadapi potensi resesi dan The Fed (bank sentral AS) menaikkan suku bunga bertepatan dengan puncak inflasi," tambahnya.
McGlone melihat harga emas akan melesat kembali ke atas US$ 2.000/troy ons saat pelaku pasar mulai melihat akhir dari era kenaikan suku bunga The Fed.
"Titik terendah harga emas saat ini sekitar US$ 1.800/troy ons, dengan resisten kunci di US4 2.000/troy ons. Cuma masalah waktu sebelum emas diperdagangkan di atas resisten tersebut," tambah McGlone.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(adf/adf)
Harga Susut Lagi, Ada Apa Dengan Emas? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment