Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden resmi mengumumkan akan melepas Cadangan Minyak Strategis (SPR) untuk mendinginkan krisis energi, terutama kenaikan harga minyak. Jutaan barel akan dilepas, berkoordinasi dengan China, India, Korea Selatan (Korsel), Jepang dan Inggris.
Ini dilakukan setelah OPEC dan sekutu menolak permintaan Washington dan negara konsumen lain untuk meningkatkan produksi karena permintaan yang meningkat. Hal ini bukan tanpa alasan di tengah tekanan yang dihadapi Biden di dalam negeri karena harga bahan bakar kendaraan, terutama gas dan bensin, yang tinggi dan harga barang-barang konsumsi lain di tengah pemulihan pandemi Covid-19.
"Saya katakan sebelumnya bahwa kami akan mengambil tindakan atas masalah ini. Itulah tepatnya yang kami lakukan," kata Biden dalam sambutan yang disiarkan dari Gedung Putih, dikutip Rabu (24/11/2021).
"Ini akan memakan waktu, tetapi tidak lama lagi, Anda akan melihat harga gas turun di mana Anda mengisi tangki (kendaraan) Anda. Dan, dalam jangka panjang kami akan mengurangi ketergantungan pada minyak saat kami beralih ke energi bersih," ujarnya lagi.
Mengutip Reuters, berdasarkan rencana tersebut, AS akan melepaskan 50 juta barel. Ini setara dengan sekitar dua setengah hari dari permintaan AS. India mengatakan akan melepaskan 5 juta barel. Sementara Inggris akan mengizinkan pelepasan sukarela 1,5 juta barel minyak dari cadangan yang dimiliki swasta.
Rincian jumlah dan waktu pelepasan minyak dari Korsel, Jepang dan China tidak diumumkan. Seoul hanya mengatakan akan memutuskan setelah berdiskusi dengan AS dan sekutu lainnya. Sedangkan Tokyo, akan merinci rencananya pada Rabu ini.
SPR sendiri adalah konsep yang dibuat tahun 1970, setelah Embargo Minyak Arab untuk memastikan AS memiliki pasokan yang cukup untuk menghadapi keadaan darurat. Bisa dalam bentuk penjualan, pinjaman atau keduanya.
Departemen Energi AS biasanya mengadakan lelang online untuk penawaran minyak oleh perusahaan energi. Selain itu, badan energi juga menerima sistem SWAP, yaitu peminat mengambil minyak mentah tetapi harus mengembalikannya pada waktu yang dijanjikan, ditambah bunga.
"Itu tidak cukup besar untuk menurunkan harga dengan cara yang berarti dan bahkan mungkin menjadi bumerang jika itu mendorong OPEC+ (dan sekutu) untuk memperlambat laju peningkatan produksinya," kata Kepala Ekonom Komoditas di Capital Economics Ltd, Caroline Bain.
"'Menyadap' SPR tidak akan menyelesaikan masalah. Kita mengalami harga yang lebih tinggi karena pemerintah dan Demokrat di Kongres mengobarkan perang terhadap energi Amerika," kata Senator John Barrass, oposisi Biden di Kongres.
.
Harga minyak mentah baru-baru ini menyentuh level tertinggi tujuh tahun, dan konsumen merasakan sakit akibat kenaikan biaya bahan bakar. Harga bensin eceran naik lebih dari 60% di AS, tingkat kenaikan tercepat sejak tahun 2000.
Sebagian besar karena mobilitas yang kembali naik. Ini seiring dibukanya pembatasan yang disebabkan pandemi Covid-19 karena terkendalinya virus dengan vaksinasi corona.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef)
Awas Longsor, Biden Resmi Lempar 'Bom' Obrak-Abrik Minyak - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment