Jakarta, CNBC Indonesia - Rabu kelabu menimpa pasar modal nasional dengan aksi jual investor yang memicu koreksi saham, pasar uang, hingga ke surat utang menyusul buruknya sinyal ekonomi nasional. Hari ini, ada baiknya trading sembari memantau risiko terjadinya tapering massal.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (8/9/2021) terkapar di zona merah pada penutupan setelah Bank Indonesia (BI) merilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) periode Agustus yang mengalami penurunan.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup ambruk 1,41% atau 86,4 poin ke 6.026,02. IHSG bahkan nyaris keluar dari zona psikologisnya dengan menyentuh titik terendah hariannya pada level 6.001,579.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi kembali naik menjadi Rp 12,1 triliun, tetapi investor asing memiliki posisi short (jual), sehingga mencetak penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 645 miliar di pasar reguler. Sebanyak 376 saham terkoreksi, 138 lain naik dan 142 sisanya flat.
Koreksi terjadi setelah masyarakat Indonesia terindikasi semakin tidak percaya diri menghadapi situasi ekonomi saat ini dan beberapa bulan ke depan. Pembatasan aktivitas dalam rangka pengendalian pandemi virus Covid-19 menghadang prospek pemulihan ekonomi.
Survei Konsumen yang digelar Bank Indonesia berujung pada angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di level 77,3 atau turun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang sebesar 80,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian hingga 6 bulan mendatang.
"Survei Konsumen Bank Indonesia pada Agustus 2021 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi masih tertahan, seiring dengan berlanjutnya kebijakan pembatasan mobilitas pada periode survei untuk mengatasi penyebaran varian Delta Covid-19," demikian tulis BI dalam keterangan resminya Rabu (8/9/2021).
Tekanan juga menimpa pasar mata uang di mana rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah mencetak penguatan 4 hari beruntun. Begitu bel perdagangan berbunyi, rupiah langsung melemah 0,14% ke Rp 14.230/US$.
Depresiasi Mata Uang Garuda makin tebal hingga 0,42% di Rp 14.370/US$ dan di akhir perdagangan berada di Rp 14.250/US$ alias melemah 0,28% di pasar spot. Rupiah bergabung dengan sebagian besar mata uang utama Asia yang juga tertekan terhadap dolar AS. Hanya yuan China, yen Jepang, dan peso Filipina yang menguat, meski tipis.
Sementara itu, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah mengikuti penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS jelang rilis data ketenagakerjaan.
Mayoritas investor kembali melepas SBN, ditandai dengan menguatnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor. Hanya SBN bertenor 3 tahun yang masih ramai diburu oleh investor dan mengalami pelemahan yield sebesar 1 basis poin (bp) ke 3,934%. Sementara itu, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan acuan pasar kembali menguat 3,5 bp ke level 6,151% hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Hawa Tapering Massal Mendekat, Bakal Picu Taper Tantrum? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment