Jakarta, CNBC Indonesia - Investor dalam negeri boleh saja berbangga, pasalnya sejak awal tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatatkan apresiasi sebesar 0,79%. Salah satu pemicu kejatuhan bluechip ini adalah tren investor memilih saham yang digadang-gadang jadi new economy, dan meninggalkan old economy.
Meskipun demikian mungkin anda merasa aneh karena portfolio saham bluechip anda rasa-rasanya tak bertambah atau bahkan berkurang tak beriringan dengan gerak IHSG.
Rupanya hal ini terjadi karena kenaikan IHSG sejak awal tahun tidak disokong oleh saham-saham kelas atas. Bahkan saham-saham bluechip cenderung terkoreksi parah dan menjadi pemberat IHSG.
Hal ini sangat terlihat dari indeks acuan LQ45 yang berisikan saham-saham dengan likuiditas tinggi dan prospek bisnis yang oke dimana konstituenya mayoritas adalah saham bluechip. Tercatat sejak awal tahun indeks LQ45 sudah terkoreksi 10,65%.
Berikut saham-saham indeks LQ45 yang sahamnya sudah terkoreksi secara masif sejak awal tahun.
Depresiasi paling parah emiten LQ45 dibukukan oleh 2 emiten konstruksi, 2 emiten barang konsumsi, dan 1 emiten infrastruktur.
Di posisi pertama dan kedua muncul nama emiten konstruksi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP) yang ambruk 46,35% dan 45,31% sejak awal tahun.
Ambruknya saham-saham konstruksi setelah budget untuk infrastruktur dialihkan demi menanggulangi virus Covid-19 sehingga perusahaan konstruksi labanya anjlok parah karena cost of fund yang tinggi di industri konstruksi yang padat modal.
Proyek-proyek konstrusksi di tahun lalu juga sempat macet akibat pemberlakuan lockdown yang menyebabkan emiten konstruksi mencatatkan laporan keuangan tahunan yang kurang apik.
Selanjutnya koreksi masif juga dibukukan oleh PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang sudah ambruk parah tahun ini 44,22% dan emiten konsumer lain yang bergerak di sektor rokok yakni PT H M Sampoerna Tbk (HMSP). Setali tiga uang dengan UNVR yang anjlok karena daya beli masyarakat yang turun sehingga berdampak kepada saham konsumer, HMSP juga sudah terkoreksi 32,89%.
Selain ambruknya daya beli masyarakat, tahun 2021 yang diprediksikan akan menjadi tahun kebangkitan ekonomi bukan menjadi tahun yang bersahabat untuk sektor barang-barang konsumsi alias consumer goods. Pasalnya sifat sektor ini cenderung difensif dimana apabila ekonomi mulai bangkit, tidak akan terlalu mempengaruhi sektor ini dibandingkan dengan sektor lain.
Terakhir emiten PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga menjadi saham LQ45 pesakitan setelah terkoreksi 36,56% sejak awal tahun. Tercatat di tahun 2020 PGAS terpaksa membukukan rugi Rp 3,8 triliun akibat pandemi Covid-19 meskipun di Q1-2021 sudah mulai mebaik dengan membukukan laba Rp 870 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(trp/trp)
Dicap 'Old Economy', 5 Saham Bluechip Ambles Nyaris 50% - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment