Jakarta, CNBC Indonesia - Tindakan keras baru pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping terhadap industri kripto telah membuat pasar kripto kehilangan nilainya hampir US$ 300 miliar dari total keseluruhan pasar mata uang digital sejak Jumat (22/6/2021) pekan lalu.
Otoritas setempat memerintahkan penambang untuk menutup operasinya. Nilai duit yang 'lenyap' alias menguap itu setara dengan Rp 4.200 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Kabar dari China tersebut membuat sebagian besar kripto kembali berjatuhan pada hari ini. Berdasarkan data dari CoinMarketCap pukul 15:01 WIB, tujuh kripto terbesar mengalami pelemahan.
Berikut pergerakan harga kripto, pukul 15.01 WIB Selasa (22/6/2021) sore (asumsi kurs Rp 14.450/US$):
- Bitcoin (BTC) US$ 32.609,17 (Rp 471.202.507), -1,24% harian, -19,1% 7 hari
- Ethereum (ETH) US$ 1.940,62 (Rp 28.041.959), 3,66% harian, 25,92% 7 hari
- Tether (USDT) US$ 1 (Rp 14.450), -0,07% harian, -0,03% 7 hari
- Binance Coin (BNB) US$ 280,83 (Rp 4.057.994), -11,58% harian, -25,28% 7 hari
- Cardano (ADA) US$ 1,19 (Rp 17.196), -10,32% harian, -25,47% 7 hari
- Ripple (XRP) US$ 0,62 (Rp 8.903), -11,6% harian, 31,11% 7 hari
- Dogecoin (DOGE) US$ 0,20 (Rp 2.939), -20,82% harian, -38,15% 7 hari
Selama beberapa hari terakhir, pemerintah China telah meningkatkan upayanya untuk mengendalikan industri kripto di negaranya.
Sebelumnya, tambang Bitcoin di Sichuan ditutup sejak Minggu (20/6/2021) setelah pihak berwenang di provinsi barat daya China memerintahkan penghentian penambangan kripto. Lebih dari 90% kapasitas penambangan bitcoin China diperkirakan akan ditutup.
Langkah di Sichuan terjadi setelah langkah serupa juga diterapkan di wilayah Mongolia Dalam dan Yunnan China, serta seruan dari Beijing untuk melarang penambangan kripto di tengah kekhawatiran atas konsumsi energinya yang besar.
Pada Senin (21/6/2021) kemarin, bank sentral China (People Bank of China/PBoC) mengatakan kepada lembaga keuangan utama untuk berhenti memfasilitasi transaksi mata uang virtual.
"Bank tidak boleh menyediakan produk atau layanan seperti perdagangan, kliring, dan penyelesaian transaksi kripto," kata PBoC dalam sebuah pernyataan.
Mereka juga harus memastikan untuk mengidentifikasi akun modal pertukaran mata uang virtual dan dealer over-the-counter, dan memutuskan tautan pembayaran untuk dana transaksi pada waktu yang tepat.
Bank sentral mencatat tren transaksi menggunakan mata uang virtual dapat diidentifikasi sebagai risiko, karena dapat digunakan untuk transaksi lintas negara secara ilegal, pencucian uang, dan dapat mengancam keberlangsungan ekonomi dan keuangan China.
"Lembaga keuangan dan bank telah sepakat untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sejalan dengan pedoman PBoC," katanya kepada CoinDesk.
Ini bukan pertama kalinya China lebih keras terhadap industri kripto, tetapi komentar PBoC menunjukkan bagaimana regulator China meningkatkan pemantauan dan tekanan pada lembaga keuangan yang terkait dengan kripto.
Pada tahun 2017 silam, China melarang pertukaran kripto lokal dan memaksa mereka untuk pindah ke luar negeri. Namun, pelarangan itu tidak menghentikan trader kripto di China untuk membeli dan menjualnya, meskipun hal itu menambah masalah lebih kompleks pada perdagangan kripto.
Trader harus memindahkan uang yuan mereka ke platform trading untuk membeli kripto. Itu akan dilakukan melalui layanan pembayaran seperti Alipay atau rekening bank. Jadi pengingat terbaru PBoC kepada lembaga keuangan dapat mencari cara untuk mengatasi hal ini lebih lanjut.
[Gambas:Video CNBC]
(chd/chd)
Gegara Xi Jinping, Duit di Pasar Kripto Menguap Rp 4.200 T - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment