Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap penyebab Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami kondisi krisis. Kondisi utama yang disoroti pengusaha adalah banjirnya impor dari China.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia khusus pada impor juga terus melonjak. Sementara dari sisi ekspornya terus mengalami penurunan.
"Itu akhir 2022, mulai terjadi minus dari segi kuantitasnya, dan dilanjut pada tahun 2023, jadi anggota kami 2022, 2023, dan dilanjut 2024 mulai menangis. Jadi kenapa tahun 2024 mulai terjadi PHK," kata Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastratmaja dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024).
Kemudian ada kecurigaan impor ilegal terus membanjiri Indonesia karena ada perbedaan data impor yang masuk ke Indonesia dengan data ekspor dari negara asal. Ia mencontohkan impor dari China.
Selain itu, pengusaha juga mengungkap kapasitas produksi atau kinerja dari pabrik-pabrik berbagai macam industri TPT. Jemmy menyebut kapasitas produksi semua industri TPT telah menurun tajam.
"Utilisasi industri TPT, industri serat di bawah 50%, kira-kira 45%, industri pemintalan 40%, industri pertenunan, rajut 52%, industri finishing 55%, industri pakaian jadi 58%. Ini yang mengakibatkan banyak PHK dan pabrik tutup," ungkapnya.
Dalam paparannya, industri tekstil di Indonesia sedang dalam situasi 'gawat darurat' menyusul penutupan puluhan pabrik serta pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 13.000 pekerja karena imbas pasar global dan produk impor dari China yang membanjiri.
(ada/ara)Terungkap Biang Kerok Pabrik Tekstil Tutup-Belasan Ribu Pekerja Kena PHK - detikFinance
Read More
No comments:
Post a Comment