Jakarta, CNBC Indonesia - Internet berbasis satelit, Starlink sudah resmi beroperasi di Indonesia. Namun, sampai sekarang belum memiliki kantor pusat operasional dan belum dikenakan pajak.
Hal ini rasanya menjadi tidak adil bagi pemain lokal. Pasalnya, player telco yang sudah ada lebih dulu di Indonesia mengeluarkan beban yang begitu besar.
Jika berbicara pemain lokal, saat ini untuk industri telco ada tiga pemain besar, yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan MergeCo, entitas baru yang bakal terbentuk dari merger PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN).
TLKM menjadi pemain dengan pengeluaran operasional paling besar mencapai Rp39,71 triliun, kemudian diikuti dengan ISAT sebesar Rp21,08 triliun, lalu gabungan dari EXCL dan FREN sebesar Rp20,35 triliun.
Secara model bisnis, memang cukup berbeda karena Starlink mengandalkan satelit yang membuatnya tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk membagun infrastruktur jaringan tradisional.
Namun, untuk pemain lokal yang masih mengandalkan teknologi menara dan fiber optic membutuhkan biaya lebih untuk infrastruktur, ditambah membayar izin penyelenggaraan frekuensi.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Muhammad Arif mengkritisi langkah pemerintah yang memberikan izin uji layak operasi kepada Starlink meski kantor operasionalnya belum ada.
Dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) hanya mengimbau supaya miliarder Elon Musk itu segera membangun NOC di Tanah Air.
"Kalau saya bilang sebenarnya bukan diimbau, NOC itu untuk menjaga layanan, jadi harusnya sudah ada ketika uji layak operasi itu," ungkapnya di Jakarta, Senin, 27 Mei 2024.
Menurut Arif, Kominfo mestinya memberikan izin operasi kepada penyedia jasa layanan internet setelah mengecek kesiapan, seperti kantor operasional dan sistem. Termasuk mengecek bagaimana penyedia layanan internet itu mengatasi keluhan pelanggan.
Padahal, ujarnya, penyedia layanan internet yang lain diharuskan memiliki NOC terlebih dahulu sebelum mendapatkan uji layak operasi. Ia menilai, seharusnya ada perlakuan hukum setara yang diberikan oleh pemerintah, baik kepada Starlink maupun penyedia layanan internet lainnya.
"Makanya kalau ada narasi (pemerintah) mengimbau (Starlink) untuk memiliki NOC di Indonesia, itu lucu. Harusnya sudah ada NOC sebelum layanan launching," ucapnya.
Kominfo Desak Starlink Bangun Kantor Operasional dan Gateway
Meski begitu, sebelumnya Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria mengatakan penyedia jasa layanan internet berbasis satelit Starlink sedang
membangun kantor operasional di Tanah Air.
Pembangunan kantor PT Starlink Services ini menyusul layanan operasional Starlink yang sudah diresmikan sejak pertengahan Mei 2024.
"Sedang dalam proses (pembangunan kantor operasional)," jelas Nezar di Fairmont Jakarta, Senin (27/5/2024).
Tidak hanya pembangunan kantor operasional, Kominfo juga meminta Starlink untuk menyiapkan gateway di Indonesia. Meski tidak ada tenggat waktu resmi dari kementerian, tetapi Ia menginstruksikan supaya kantor operasional secepatnya membangun kantor pusat untuk operasional Starlink.
"Secepatnya, target tahun ini harus sudah jadi," ucapnya.
Menurut Nezar, Kominfo tidak menutup kemungkinan akan memberikan denda ke layanan internet tersebut apabila tidak membangun NOC Starlink di Indonesia.
Potensi Pengenaan Pajak di Starlink
Meski begitu, saat ini Kominfo masih berfokus perihal potensi pajak yang bisa didapat negara dari beroperasinya Starlink.
"Kalau soal denda, nanti kami bicarakan. Yang penting mereka harus comply (mematuhi) dengan peraturan-peraturan yang ada," ujar Nezar.
Berbicara soal pajak, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, ada beberapa skema pengenaan pajak terhadap Starlink sebagaimana yang selama ini diterapkan bagi perusahaan yang beroperasi di dalam negeri.
Misalnya, pengenaan pajak penghasilan atau PPh. Namun, Yon mengakui, pengenaan PPh terhadap omzet itu bisa dikenakan bila perusahaan asing tersebut sudah membuka perusahaan di dalam negeri.
"Ya kalau starlink PPh nya seperti biasa standar, kalau dia punya omzet ya nanti akan kita pakai, tapi nanti saya cek dulu," tegas Yon saat ditemui di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Selain PPh, Yon menekankan, pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi produk yang mereka jual di dalam negeri juga bisa dikenakan, meski kantornya belum beroperasi di Indonesia. Misalnya dengan konsep penunjukkan perusahaan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN.
"Pemungutan PPN kan bisa juga lewat mekanisme pmse sama yang dengan netflix, google, dan lain-lain. Treatment pajaknya semua sudah ada nanti kita lihat dia sudah seperti apa statusnya di sini kita lihat dulu," tutur Yon.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)[Gambas:Video CNBC]
Starlink Masuk Tanpa Modal, TLKM, EXCL & ISAT Sudah Habis Triliunan - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment