Saya pengguna mobil listrik sejak tahun 2022. Di tahun 2024 ini sudah hampir 2 tahun. Dari mobil masih baru sampai sekarang sudah 52 ribu Km. Kalau dari kilometernya sudah kelihatan saya termasuk yang aktif. Teman-teman saya di kantor 52 ribu Km itu butuh 4 tahun.”
“Saya pengguna mobil listrik sejak tahun 2022. Di tahun 2024 ini sudah hampir 2 tahun. Dari mobil masih baru sampai sekarang sudah 52 ribu Km. Kalau dari kilometernya sudah kelihatan saya termasuk yang aktif. Teman-teman saya di kantor 52 ribu Km itu butuh 4 tahun,” ungkapnya.
“Saya membayangkan kalau pakai mobil bensin, butuh waktu 1 hari untuk recovery karena lelah banget. Semenjak pakai mobil listrik nggak lelah. Dipakainya nyaman,” kata pria yang tinggal di Bintaro, Tangerang Selatan, ini.
Infrastruktur stasiun pengisian daya listrik yang belum memadai kerap menjadikan alasan pengguna mobil listrik tak berani memacu kendaraannya menempuh perjalanan panjang. Pada kesempatan mudik tahun lalu, Aditya tidak begitu terkendala dengan aktivitas mengecas baterai. Daya jelajah mobilnya yang bervarian long range ini mencapai 451 hingga 481 Km. Di atas kertas, daya jelajah itu cukup untuk menggeber Jakarta-Semarang hanya dengan sekali ngecas. Namun, pada perjalanan mudik tahun lalu menuju Surabaya, Aditya berhenti untuk mengisi daya di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebanyak tiga kali.
“Nggak mungkin kita nyetir 400 km itu nonstop. Anjuran pemerintah tiap 2-3 jam istirahat. Saya pakai acuan waktu instead of Km. kalau emang waktunya istirahat , itulah waktunya kita charger. Di planning makan siang atau makan malam pastikan tersedia tempat charge. Ketika kita makan, mobilnya juga makan,” tutur Aditya. Ia menempuh perjalanan mudik Jakarta-Surabaya selama 10 jam. Kurang lebih sama dengan mobil konvensional pada umumnya.
Aditya menempuh perjalanan mudik tanpa khawatir mengalami range anxiety. Tahun lalu, SPKLU fast charging maupun ultra fast charging dengan arus Direct Charging atau DC sudah tersedia di berbagai titik rest area. Pengisian ia lakukan dalam kondisi daya baterai tersisa 20% hingga 40%. Kondisi ini berbeda dengan perjalanan serupa di tahun 2022.
“Kalau dulu minusnya nggak banyak infrastrukturnya. Dulu kita yang ‘dikerjain’ sama mobil listrik. Mobil yang nge-drive kita untuk nge-charge di mana. Di Semarang kita sampai harus keluar tol buat ngecas. Kalau sekarang kita yang menentukan mau ngecas di mana dan makan apa karena sudah banyak pilihan,” katanya. Biaya yang dikeluarkan Aditya untuk mengisi daya listrik di perjalanan mudik ke Surabaya hingga kembali lagi ke Jakarta hanya memakan biaya sebesar Rp 500-600 ribu. Sementara dengan mobil bensin, ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1,8-2 juta.
Di saat pengguna mobil listrik yang melintasi tol semakin banyak, antrean di SPKLU pun tidak dapat terelakan. “Makanya sekarang cenderungnya penuh SPKLU. Kalau musim liburan sudah mulai antre. Kalau lebaran malah lebih celaka, mau masuk rest area saja udah penuh, belum sampai ke mesin charger.”
Pemerintah memperkirakan, populasi mobil listrik saat ini yakni 23.238 unit. Sebanyak 18% dari populasi itu atau sekitar 4.000 unit akan dipakai untuk mudik 2024. Perjalanan mudik ini bukan hanya untuk luar kota tapi juga perjalanan lokal.
Mudik Pakai Mobil Listrik? Siapa Takut - detikNews
Read More
No comments:
Post a Comment