Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas ambruk pada perdagangan terakhir pekan ini setelah data-data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) bergerak saling bersebrangan.
Pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (2/6/2023) harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 1.947,63 per troy ons. Harganya ambruk 1,53%. Harga tersebut adalah yang terendah dalam empat hari terakhir atau sejak Senin pekan ini.
Pelemahan sebesar itu adalah yang terbesar sejak 16 Mei lalu di mana harga emas terpuruk 1,58% sehari.
Emas sendiri menjalani pekan yang sangat labil karena banyaknya "huru-hara" di AS mulai dari pembahasan plafon utang hingga data manufaktur AS yang lesu.
Namun, secara keseluruhan, emas menguat tipis 0,07%. Penguatan ini setidaknya mengakhiri rekor buruk emas yang ambruk dalam empat pekan sebelumnya.
Emas melemah pada Senin pekan ini tetapi kemudian tetap melaju kencang pada Selasa hingga Kamis. Dalam tiga hari perdagangan tersebut, harga emas melonjak 1,8%.
Salah satu kenaikan harga emas ditopang oleh lesunya data PMI manufaktur AS pada Mei 2023 dan kenaikan klaim pengangguran.
Namun, menjelang akhir pekan, emas tersungkur.
Harga emas terpuruk setelah dua data tenaga kerja AS saling bertentangan. Kendati bertentangan keduanya sama-sama berdampak negatif ke emas.
AS pada Jumat kemarin mengeluarkan dua data tenaga kerja penting yakni non-farm payrolls dan tingkat pengangguran pada Mei.
Data non-farm payrolls menunjukkan adanya tambahan lapangan kerja sebanyak 339.000 pada Mei tahun ini. Penambahan tersebut menjadi yang tertinggi sejak empat bulan terakhir dan di atas ekspektasi pasar yakni 190.000. Angkanya juga jauh lebih tinggi dibandingkan pada April yang tercatat 294.000.
Data non-farm payrolls mencatat penambahan lapangan kerja di sektor pertanian, pemerintahan, rumah tangga, dan lembaga-lembaga non-profit.
Sebaliknya, tingkat pengangguran Amerika Serikat naik menjadi 3,7% pada Mei 2023, naik dari 3,4% pada April.
Kendati naik, angka pengangguran AS hanya bertambah pelan dan nyaris stagnan di kisaran 3,7-3,4% sejak Maret tahun lalu.
Padahal, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) sudah menaikkan suku bunga sebesar 500 bps sejak Maret 2023.
Artinya, Kenaikan suku bunga belum berdampak banyak kepada tingkat pengangguran. Artinya, data tenaga kerja AS masih panas sehingga dalam jangka pendek, inflasi akan sulit turun ke kisaran 2% seperti keinginan The Fed.
Tingkat partisipasi kerja warga AS juga masih tercatat 62,6% atau level tertinggi sejak Maret 2020.
"Fakta bahwa data tenaga kerja AS bergerak bersebrangan bisa menjadi alasan bagi The Fed untuk tidak mempertimbangkan data tersebut dan mengambil keputusan seperti apa yang direncanakan," tutur analis Gainesville Coins, Everett Millman, dikutip dari Reuters.
Pasar kini terbelah antara mereka yang memperkirakan kenaikan suku bunga dan mempertahankan suku bunga pada 13-14 Juni mendatang.
Dengan data tenaga kerja yang panas maka pasar kini melihat masih ada kemungkinan bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga pada Juni.
"Data tenaga kerja lebih bagus daripada ekspektasi pasar dan tentu saja ini membuat emas melemah," tutur analis Marex, Edward Meir, dikutip dari Reuters.
Adanya ekspektasi kenaikan suku bunga membuat yield surat utang pemerintah AS melonjak hingga 3,69% kemarin. Yield bergerak ke dalam level tertingginya sejak Maret tahun ini.
Kenaikan yield ini berdampak negatif ke emas karena emas tidak menawarkan imbal hasil seperti surat utang sehingga ditinggal investor.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Tembus US$ 1.900/Troy Ons, Emas Diramal 'Injak Rem' Pekan Ini
(mae/mae)
Harga Emas Kacau Balau Karena Pengangguran di Amerika - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment