Jakarta, CNBC Indonesia - Saham perusahaan fashion PT Bersama Zatta Jaya Tbk (ZATA) menjadi sorotan pelaku pasar. Belum genap 8 bulan mencatatkan sahamnya di BEI, pemegang saham lamanya telah melakukan divestasi. Yang menarik, divestasi ini dilakukan saat periode lock up dan memicu kerugian investor ritel hingga puluhan miliar.
ZATA merupakan emiten yang bergerak di bidang perdagangan produk tekstil terutama fashion muslim yang didirikan pada 2012. Pemegang saham pengendali perusahaan adalah PT Lembur Sadaya Investama (LSI). Uztad kondang AA Gym juga menjadi ikon perusahaan ini karena ia menjabat sebagai komisaris.
Untuk diketahui, ultimate beneficiary owner (UBO) adalah seorang 'sultan' asal Subang yakni Haji Asep Sulaeman Sabanda yang juga menjadi pemegang saham PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS) dan juga terafiliasi dengan PT Indo Pureco Pratam Tbk (IPPE) dimana ketiga saham ini dirumorkan terjadi gagal bayar repurchase agreement (repo) hingga sahamnya longsor berjilid-jilid.
Sekedar informasi, ZATA resmi tercatat di BEI pada 10 November 2022 lalu. Dalam prospektus perseroan, ZATA melepas 1,7 miliar saham baru atas nama yang mewakili 20,01% modal ditempatkan dan disetor penuh.
Sebelum IPO, LSI menggenggam 6.196.000.000 atau setara dengan 91,2% kepemilikan di ZATA. Namun setelah IPO, kepemilikan LSI terdilusi menjadi 72,93%.
Pasca listing, harga saham ZATA sempat terbang dan menyentuh posisi penutupan tertingginya pada 15 November 2022 di Rp 302/unit. Setelah itu, harga saham ZATA terus melorot dan ditutup di Rp 71/unit.
Artinya harga saham ZATA telah anjlok 29% dari harga IPO dan jatuh 76,5% dari posisi tertingginya di pasar sekunder. Di tengah tren penurunan harga saham yang terus terjadi tersebut, LSI dilaporkan melakukan aksi jual saham untuk tujuan divestasi sebanyak 3 kali.
Transaksi pertama terjadi pada 12 Januari 2023, ketika LSI menjual 40 juta saham di harga rata-rata Rp 110/unit dengan nilai transaksi mencapai Rp 4,4 miliar. Saat transaksi ini terjadi harga saham ZATA turun 6,36% dan ditutup di Rp 103/unit.
Transksi kedua dilakukan sehari setelahnya atau tepatnya di 13 Januari 2023. Dalam laporan keterbukaan informasi, LSI melepas sebanyak 150 juta saham ZATA di harga rata-rata Rp 100/unit dan nilai transaksinya mencapai Rp 15 miliar. Harga saham ZATA ditutup turun 1,94%.
Terakhir, transaksi dilakukan pada 17 Januari 2023 dan menjadi transaksi penjualan terbesar LSI. Sebanyak 720 juta saham ZATA dilepas oleh LSI di harga rata-rata Rp 95/unit. Nilai transaksinya mencapai Rp 68,4 miliar dan harga saham ZATA saat itu ditutup melorot 6,06% di Rp 93/unit.
Secara total, LSI telah mendivestasikan kepemilikannnya di saham ZATA sebanyak 910 juta yang membuat kepemilikan LSI di saham ZATA turun menjadi 62,22% dan mengantongi uang sebanyak Rp 87,8 miliar.
Transaksi divestasi tersebut menjadi kontroversial lantaran tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan Pasal 2 POJK No.25/2017, pihak yang memperoleh efek bersifat ekuitas dari emiten dengan harga/nilai konversi dan/atau harga pelaksanaan di bawah harga IPO dilarang mengalihkan kepemilikan efek bersifat ekuitas tersebut selama 8 bulan.
Dengan perhitungan tersebut, periode lock up baru akan berakhir pada Juni 2023. Sementara, proses divestasi yang dilakukan LSI sebagai pemegang saham pengendali ZATA dilakukan antara pasca IPO di pertengahan November dan divestasi di bulan Januari atau hanya terpaut 2 bulan saja.
Transaksi divestasi memang dilakukan di pasar negosiasi. Namun, sebelum transaksi divestasi dilakukan, harga saham sempat 'diangkat' tinggi.
Pada saat harga saham mengalami kenaikan signifikan, banyak investor ritel yang ikut masuk sehingga terjebak dan 'nyangkut'. Hal ini tercermin dari data transaksi broker.
Banyak dari broker-broker saham yang sering dipakai untuk bertransaksi oleh investor ritel masuk ke saham ZATA di harga tinggi. Setidaknya apabila mengacu pada data transaksi broker, rata-rata harga beli saham ZATA oleh para ritel berada di kisaran Rp 184-Rp 212.
Apabila dikalkulasi secara kasar, total saham ZATA milik investor ritel yang saat ini sedang tersangkut karena ARB berjilid-jilid mencapai hampir Rp 50 miliar. Sementara apabila mengacu pada harga penutupan saham terakhir di Rp 71/unit, kekayaan para ritel sudah susut 66% dan kerugian yang ditanggung investor ritel mencapai hampir Rp 33 miliar.
Kode Broker |
Nama Sekuritas |
Net Buy (Lot) |
Avg Price |
Value |
YP |
Mirae Aset Sekuritas |
700,871 |
212 |
14,832,532,973 |
CC |
Mandiri Sekuritas |
557,916 |
204 |
11,377,580,988 |
XC |
Ajaib Sekuritas Asia |
364,412 |
205 |
7,474,454,532 |
EP |
MNC Sekuritas |
215,749 |
208 |
4,497,503,654 |
NI |
BNI Sekuritas |
194,019 |
208 |
4,034,043,048 |
XL |
Mahakarya Artha Sekuritas |
127,244 |
199 |
2,536,354,652 |
AZ |
Sucor Sekuritas |
96,510 |
184 |
1,776,073,530 |
PD |
Indopremier Sekuritas |
83,199 |
201 |
1,670,635,920 |
DH |
Sinarmas Sekuritas |
79,800 |
203 |
1,623,211,800 |
Aksi jual semasa lock up ditambah harga saham terus turun hingga merugikan investor ritel puluhan miliar, saham ZATA baru mendapatkan label Unusual Market Activity (UMA) dari BEI.
Saat ini otoritas bursa memang tengah mencermati pola transaksi saham ZATA. Namun terkait dengan pelanggaran yang dilakukan, maka OJK berhak memberikan sanksi berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, hingga pembatalan pendaftaran.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Alasan Bukan Maktour yang IPO: Jangan Satukan Bisnis & Ibadah
(RCI/RCI)
Lock Up, Sultan Subang Jual ZATA, Ritel Nyangkut Puluhan M! - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment