Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kronologi dana asing yang kabur meninggalkan Indonesia alias outflow beberapa waktu. Tragedi ini tidak lepas dari situasi dunia yang semakin memburuk.
Menurut Sri Mulyani, asal mula persoalan adalah lonjakan inflasi akibat disrupsi pasokan karena permintaan yang meningkat seiring mobilitas yang membaik. Kemudian perang Rusia dan Ukraina yang pecah pada akhir Februari 2022. Tak tanggung-tanggung, perang membawa harga komoditas energi dan pangan melambung tinggi.
Foto: APBN Kita Juli (Tangkapan layar)
APBN Kita Juli (Tangkapan layar) |
Inflasi yang tinggi akhirnya makin melonjak. Sebut saja Amerika Serikat (AS), Eropa, Inggris dan sederet negara Asia hingga Afrika dan Amerika Latin. Lebih parahnya lonjakan inflasi direspons oleh pengetatan moneter sehingga menimbulkan guncangan di pasar keuangan.
.
"Apa hubungannya inflasi di AS, Eropa, Inggris dengan Indonesia? Banyak hubungannya. Dengan inflasi itu otoritas moneter melakukan respons kebijakan, mengetatkan likuiditas, dan meningkatkan suku bunga. Ini menyebabkan arus modal keluar," kata Sri Mulyani saat memberikan sambutan pada Dies Natalis Ke-7 PKN STAN, Jumat (29/7/2022).
Berdasarkan data Bank Indonesia menurut setelmen hingga 21 Juli 2022, aksi jual investor asing menembus Rp 138,60 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Kepemilikan asing dalam SBN juga sudah menurun drastis dari 38,5% pada 2019 menjadi hanya 15,39% pada 20 Juli.
Kondisi ini tentu tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun hampir seluruh negara di dunia. Maka dari itu banyak mata uang yang alami kejatuhan. Sementara rupiah sejauh ini masih dalam level yang stabil.
Foto: APBN Kita Juli (Tangkapan layar)
APBN Kita Juli (Tangkapan layar) |
Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan investor asing memilih kabur dari Indonesia karena imbal hasil berinvestasi di luar Indonesia yang lebih menarik.
Sebagai catatan, Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% pada bulan ini di tengah tren kenaikan suku bunga acuan global serta lonjakan inflasi domestik. Kondisi ini membuat real rate dalam berinvestasi di Indonesia negatif.
Dengan inflasi tahunan Indonesia mencapai 4,35% sementara suku bunga acuan BI di 3,5% maka real rate menjadi minus 0,85%. Kenaikan suku bunga acuan The Fed dan bank sentral negara lain membuat imbal hasil berinvestasi di luar negeri meningkat sehingga Indonesia menjadi kurang menarik.
David mengingatkan tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk valas masih 0,25%. Sementara tingkat bunga valas di bank luar Indonesia sudah di kisaran 2% bahkan akan meningkat lagi setelah kenaikan The Fed sebesar 75 bps hari ini.
"Perbedaan rate sudah sangat besar. Saya khawatirnya eksportir yang mau masuk (ke bank dalam negeri) ga jadi masuk," tutur David, kepada CNBC Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Jadi Ini yang Bikin RI Batal Ngutang Rp 100 Triliun...
(mij/mij)
Sri Mulyani Ungkap Biang Kerok Kaburnya Asing Tinggalkan RI - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment