Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah diliputi kekhawatiran terjadi resesi. Namun, Indonesia masih bisa bersyukur karena sejumlah data dan indikator ekonomi menunjukkan Indonesia masih aman dari goncangan resesi.
Kekhawatiran resesi di tingkat global meningkat setelah sejumlah survei serta proyeksi lembaga mengingatkan besarnya potensi resesi. Tidak hanya Amerika Serikat (AS), sejumlah negara maju juga diperkirakan akan masuk ke jurang resesi dalam waktu dekat.
Nomura Holdings Inc memperkirakan Uni Eropa, Inggris, Jepang, Australia, dan Kanada diperkirakan akan mengalami resesi dalam waktu dekat 12 bulan ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, kemarin, menegaskan sejumlah indikator ekonomi menunjukkan perekonomian Indonesia masih sangat bagus. Namun, Indonesia harus tetap waspada dan akan terus memonitor potensi resesi.
"Saya rasa seharusnya melihat saja faktual mengenai tadi background setiap negara sisi kinerja pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, kinerja APBN, kinerja kebijakan moneter, dilihat inflasi, nilai tukar rupiah dan korporasinya," ungkap Sri Mulyani di Bali, Rabu (13/7/2022).
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, indikator ekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, transaksi berjalan, neraca pembayaran Indonesia (NPI), hingga ekspor impor masih sangat baik. Namun, nilai tukar terus melemah dan menunjukkan kinerja yang buruk.
1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% (year on year/yoy) pada kuartal I-2022. Artinya, tren pertumbuhan ekonomi domestik sudah kembali ke level historisnya di kisaran 5% dalam dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi Indonesia sempat babak belur karena pandemi Covid-19 yakni terkontraksi dari kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021.
Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan sejumlah Pemimpin Redaksi Media Massa, Rabu (13/7/2022) optimis ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi pada kuartal II-2022.
"Pertumbuhan ekonomi kita saya perkirakan 5,1% di kuartal II-2022, saya kira ini masih bagus dan ekonomi Indonesia masih bisa bertahan," kata Jokowi.
Optimisme Jokowi jelas beralasan karena pada kuartal II tahun ini, ada Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, masyarakat Indonesia bahkan merayakan Idul Fitri dengan meriah.
Perayaan yang lebih meriah berarti juga belanja meningkat dan konsumsi menggeliat. Konsumsi rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan berkontribusi sekitar 56% kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga membantu mendongkrak aktivitas ekonomi dan permintaan domestik.
Hingga kuartal I-2022, konsumsi rumah tangga memang hanya tumbuh 4,34%.
Namun, pelonggaran mobilitas dan meningkatnya aktivitas ekonomi diharapkan bisa menggenjot konsumsi rumah tangga untuk kembali ke level historisnya di kisaran 5%.
Pertumbuhan ekonomi tinggi Indonesia patut disyukuri karena banyak negara masih terkontraksi atau melambat pada kuartal I-2022. Ekonomi AS dan Jepang, misalnya, masih terkontraksi pada kuartal I tahun ini.
Sementara itu, ekonomi India, Singapura, India, hingga Korea Selatan melambat.
Aneh bin Ajaib, Kok Bisa RI Gak Bakal Terjerat Resesi? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment