Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada awal perdagangan pekan ini, Senin (20/6/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau tetapi rupiah masih rontok dan harga obligasi pemerintah terkoreksi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,57%ke posisi 6.976,377 pada perdagangan kemarin.
Pada awal perdagangan sesi I, IHSG dibuka menguat 0,11% di 6.944,32. Namun, setelah 48 menit dibuka, IHSG anjlok hingga 1% lebih dan menyentuh zona psikologis 6.800. IHSG berhasil menyentuh zona hijau sekitar pukul 14:00 WIB.
Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp 14,8 triliun dengan melibatkan 27,9 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.
Sebanyak 239 saham menguat, 273 saham melemah, sementara 172 saham stagnan.
Meski IHSG kembali menguat, tetapi investor asing masih melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 842,84 miliar di pasar reguler.
Asing melakukan net sell di saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) sebesar Rp 442,2 miliar dan di saham PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) sebesar Rp 180,2 miliar.
Sementara itu, asing melakukan net buy di saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) sebesar Rp 218,1 miliar dan di saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) sebesar Rp 85,2 miliar.
Pergerakan positif IHSG tidak diikuti rupiah. Mata uang Garuda kembali tidak berdaya di hadapan dollar Amerika Serikat (AS) dan melanjutkan tren pelemahan yang sudah berlangsung sejak 13 Juni lalu atau dalam enam hari perdagangan terakhir.
Melansir data Refinitiv, rupiah di awal perdagangan hari ini sempat menguat 0,14% ke Rp 14.800/US$, tetapi setelahnya berbalik melemah hingga 0,15% ke Rp 14.843/US$. Namun, sekitar 1 jam sebelum perdagangan berakhir rupiah sempat menguat lagi hingga 0,61% ke Rp 14.730/US$.
Rupiah melemah kembali jelang penutupan perdagangan dan ditutup melemah 0,06% di posisi Rp 14.830/US$. Posisi tersebut menjadi yang terendah sejak 30 September 2020 atau 18 bulan lebih.
Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz memungkinkan rupiah bisa menembus level Rp 15.000/US$. Namun, kemungkinan level tersebut tidak akan tembus dalam waktu dekat. Pergerakan rupiah masih akan sangat dipengaruhi oleh keputusan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).
"Untuk Rp 15.000/US$ dalam satu hari kemungkinan akan ditahan oleh BI, tapi kalau gradual dalam 1 minggu ke depan bisa jadi. Apalagi kalau next week meeting BI tidak ada address issue ini. Jika BI masih dovish minggu depan maka ada potensi ke sana," tutur Irman kepada CNBC Indonesia.
Senada dengan rupiah, obligasi pemerintah juga masih tertekan. Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah karena investor melepas SBN.
Banyaknya investor yang melepas SBN membuat imbal hasil (yield) merangkak naik. Namun, SBN dengan tenor 1 tahun dan 25 tahun masih diburu investor sehingga yield nya turun.
Yield SBN tenor 1 tahun melemah signifikan 10,6 basis poin (bp) ke 4,285%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun turun 2,2 bp ke 7,56%.AD
Sementara untukyieldSBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 3,3 bp ke 7,499%.
Yield SBN tenor 10 tahun terus merangkak naik sejak 6 Juni 2022 karena banyaknya aksi jual investor asing. Mereka meninggalkan pasar domestik untuk mencari aset aman seiring ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Banyaknya investor asing yang menjual SBN tercermin dari turunnya kepemilikan asing pada SBN pemerintah. Per 15 Juni 2022, kepemilikan asing pada SBN pemerintah mencapai 16,56%, turun dibandingkan per 8 Juni 2022 yang tercatat 16,72%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknyayieldmenunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Menanti Petunjuk BI, Investor Memilih Hati-hati, IHSG Sepi? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment