KOMPAS.com - Meski sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya, masalah tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng belum juga terselesaikan hingga saat ini. Hal jadi ironi, mengingat Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Sejumlah kebijakan pengendalian harga minyak goreng di dalam negeri sebenarnya sudah digulirkan sepanjang awal tahun ini. Sesuai HET, harga jual minyak goreng curah di pasaran seharusnya ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter.
Lalu minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. HET ini sudah berlaku sejak 1 Februari 2022. Namun di lapangan, minyak goreng masih dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), di kisaran Rp 20.000 per liter.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi menduga ada oknum-oknum yang berani mempermainkan minyak goreng, sehingga menyebabkan masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.
Baca juga: Pedagang Pasar Lelah dengan Janji Pemerintah soal Minyak Goreng
Padahal dia mengklaim, sebenarnya stok minyak goreng yang dimiliki pemerintah cukup bahkan melimpah yang dihasilkan dari penerapan kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation).
"Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum. Ini akan saya tindak keduanya menurut hukum," tegas Lutfi.
Pengusaha membantah
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai, dugaan terkait adanya penyelundupan minyak sawit hasil DMO tidak mungkin terjadi.
Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga mengatakan, sistem pengawasan bea cukai sudah sangat ketat, sehingga kebocoran minyak dari DMO minyak goreng untuk pasar dalam negeri tak mungkin dapat diekspor secara ilegal.
Baca juga: 3 Konglomerat yang Kaya Raya Berkat Minyak Goreng
"Saya pribadi sudah di industri minyak goreng hampir 35 tahun, kalau dulu 1998 pada ekspor tinggi, memang banyak penyelundupan. Namun sekarang bea cukai kita sudah canggih dan tidak mungkin ada penyelundupan," ujar Sahat.
"Kami yakin tidak ada penyelundupan itu. Itu hanya sinyalemen," sambung Sahat.
Sahat juga mengaku, para produsen sekaligus eksportir CPO, sempat kebingungan untuk mencari saluran pemasaran sawit untuk memenuhi kewajiban DMO.
Sebab, kata dia, mayoritas industri minyak goreng tidak terhubung dengan produsen CPO di level hulu.
Hal itu pun, lanjut dia, sempat berdampak pada rendahnya kinerja ekspor karena eksportir tak akan memperoleh persetujuan ekspor jika belum menjalankan DMO minyak goreng.
Baca juga: Sampai Kapan Minyak Goreng Langka dan Apa Penyebabnya?
"Hanya eksportir-eksportir yang berkaitan dengan pasar domestik (minyak goreng) saja yang bisa jalan lancar," kata Sahat.
Keberatan aturan DMO
Para pengusaha berkeberatan dengan penetapan DMO produk minyak goreng menjadi 30 persen dari sebelumnya 20 persen.
"Kami keberatan dengan DMO di 30 persen, karena sebagaimana disampaikan bahwa pasokan dari hasil DMO sebelumnya sudah melimpah," kata Sahat Sinaga dikutip dari Antara.
Menurut dia, dengan DMO 30 persen, dinilai sangat membebani, terlebih bagi industri yang tidak memiliki bisnis kelapa sawit terintegrasi, alias tidak memiliki perkebunan kelapa sawitnya sendiri.
"Tidak perlu DMO 30 persen, cukup 20 persen dan bahkan saya sarankan supaya lebih lancar lagi, tidak perlu ada DMO,” ujar dia.
Baca juga: Mendag Curiga Minyak Goreng Diselundupkan ke Luar Negeri
Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan mempersulit eksportir, bahkan bisa mengakibatkan ekspor jadi macet. Terlebih, pasarnya sebagian besar berada di luar negeri.
"Apabila ekspor terhalang, perkebunan sawit akan rugi karena 64 persen market kita ada di pasar luar negeri,” ujar Sahat.
Sahat menyampaikan apresiasinya terhadap pemerintah yang berhasil mengumpulkan 415.780 kilo liter minyak goreng hasil DMO dalam 22 hari.
Angka tersebut, lanjutnya, telah melebihi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri selama satu bulan yang sebesar 330.000 kilo liter, untuk itu DMO minyak goreng tidak perlu dinaikkan menjadi 30 persen.
"Dengan DMO 30 persen, membuat ada 48 persen tambahan margin yang harus dicari, dan itu tidak mudah," ujar Sahat.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng di pasaran bukan soal pasokan, tapi karena adanya alur distribusi yang perlu diperbaiki.
Baca juga: Bulog Belum Dapat Penugasan untuk Bantu Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Mendag Curiga Minyak Goreng Diselundupkan, Pengusaha Membantah - Kompas.com - Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment