Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang melakukan penyesuaian atas Peraturan Pencatatan I-A untuk bisa mengakomodasi perusahaan berbasis teknologi unicorn untuk bisa mencatatkan sahamnya dan masuk dalam Papan Utama perdagangan saham di bursa.
Pasalnya, dengan aturan yang ada saat ini, tidak memungkinkan bagi perusahaan ini untuk masuk ke papan tersebut, mengingat di Papan Utama minimal harus mencatatkan laba bersih dalam setahun terakhir.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan bursa telah menyampaikan permohonan penyesuaian aturan ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 22 Maret 2021 lalu.
"Ini sedang menunggu finalisasi karena sampai pertemuan kemarin itu hal-hal signifikan sudah kita bahas. Bahwa bukan lagi di tahapan yang remote namun sudah berada di tahapan finalisasi," kata Nyoman dalam Edukasi Wartawan Pasar Modal, Rabu (28/7/2021).
Lebih lanjut, Kepala Unit Pengembangan Start-up dan SME (Small Medium Enterprise) BEI Aditya Nugraha mengungkapkan peraturan I-A yang berlaku saat ini untuk masuk ke Papan Utama, perusahaan tersebut diwajibkan untuk memiliki laba usaha.
Sementara, peraturan ini sangat sulit untuk diterapkan kepada perusahaan berbasis teknologi yang saat ini belum berfokus pada pencatatan laba.
Persyaratan lainnya adalah ketentuan mengenai kewajiban untuk memiliki net tangible asset (NTA) senilai Rp 100 miliar.
"Jadi dari yang sebelumnya ada dua yang disyaratkan laba usaha dan minimal NTA, kita perbanyak kanalnya menjadi lima yang kami yakinkan bahwa kelima pengaturan ini setara. Artinya kami juga ingin bahwa perusahaan tercatat yang masuk di papan utama itu terjaga kualitasnya," kata Aditya di kesempatan yang sama.
Kelima penyesuaian tersebut masih membutuhkan persetujuan OJK untuk bisa menjadi ketentuan dalam peraturan I-A.
Kelimanya yakni, pertama sebelumnya calon emiten dipersyaratkan untuk membukukan laba usaha, berganti menjadi laba sebelum pajak dalam satu tahun terakhir dengan NTA dari minimal Rp 100 miliar menjadi minimal Rp 250 miliar.
Kedua, agregat laba sebelum pajak 2 tahun terakhir Rp 100 miliar dan kapitalisasi pasar Rp 1 triliun, dan ketiga memenuhi minimum pendapatan Rp 600 miliar dan kapitalisasi pasar Rp 3 triliun.
Selanjutnya, keempat, memiliki total aset Rp 1 triliun dan kapitalisasi pasar Rp 2 triliun dan kelima, mencatatkan operating cash flow kumulatif 2 tahun Rp 200 miliar dan kapitalisasi pasar Rp 4 triliun.
"Semua kriteria ini bersifat substitutif, artinya bisa menggantikan satu dengan yang lain, bergantung kepada karakteristik calon perusahaan tersebut," imbuh dia.
Sebelumnya OJK dan BEI tengah mempersiapkan adanya aturan mengenai saham hak suara multipel (SHSM) atau multiple voting shares (MVS) guna mengakomodasi IPO unicorn.
Sebagai informasi, MVS adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap sahamnya
Komisaris BEI, Pandu Patria Sjahrir sebelumnya juga mengatakan, saat ini BEI mencatat ada empat perusahaan unicorn yang berpotensi mencatatkan saham di BEI.
Perusahaan tersebut antara lain, GoTo (Gojek-Tokopedia), PT Global JET Express (J&T Express), dan PT Tinusa Travelindo (Traveloka) dan Bukalapak. Untuk Bukalapak bahkan sudah mendapatkan kode perdagangan yakni BUKA dan akan tercatat pada 6 Agustus mendatang.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas)
Demi GoTo-Traveloka cs, BEI Mau Ubah Aturan Papan Utama Saham - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment