Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,14 persen dari 6.086 menjadi 6.016 pada perdagangan sepekan lalu. Sejalan dengan itu, investor asing membukukan jual bersih (net sell) senilai Rp843,84 miliar.
CEO Sucor Sekuritas Bernadus Setya Ananda Wijaya menilai ada beberapa faktor yang mendorong investor melakukan sell off (penjualan). Pertama, meningkatnya kasus covid-19 di beberapa negara di dunia, terutama di India.
Menurut dia, investor asing memilih untuk memindahkan dananya ke instrumen lain yang lebih aman, seperti obligasi dengan anggapan kasus covid-19 masih akan membahayakan perekonomian.
Apalagi, obligasi 10 tahun AS yang tinggi, sempat menembus level 1,7 persen-1,8 persen. Sedangkan pada penutupan Jumat (23/4) lalu, obligasi melandai ditutup di level 1,56 persen.
Bagi Indonesia, melihat kasus covid-19 dalam negeri yang relatif tinggi dan besarnya kepemilikan asing di pasar saham, walhasil 'minggatnya' dana asing ke instrumen asing membuat IHSG lesu.
"Selain itu, di Indonesia yang juga menjadi perhatian adalah BPJS Ketenagakerjaan yang dikabarkan akan mengurangi porsi kepemilikan di reksa dana dan saham," bebernya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/4).
Namun di sisi lain, menjelang Lebaran, Bernard menyebut banyak investor yang juga ambil untung lebih awal untuk kebutuhan Ramadan. Beberapa hal itu membuat indeks saham sulit menembus resistennya di level 6.100.
Belum lagi, banyaknya pelaku saham dalam negeri yang tergolong pemula dan kerap melakukan spekulasi. Sehingga, saat indeks cenderung sideways (stagnan) dan tidak memberikan cuan sebanyak awal pandemi, dana mereka dilarikan ke instrumen yang tengah naik daun, mata uang kripto.
Ini dibuktikan dengan catatan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) investor kripto menembus 4,2 juta orang atau dua kali lipat dari investor saham yang tercatat sebanyak 2 juta orang per Februari 2021.
Melihat keadaan ini, ia berpendapat indeks baru akan bergairah lagi saat investor mulai optimis, yakni saat data makro mulai positif dan kinerja emiten kuartal pertama mulai membaik.
"Laporan keuangan akan dirilis paling lambat 31 Mei 2021. Sampai akhir Mei, investor masih cenderung cukup hati-hati, sehingga masih cenderung sideways dan berpotensi koreksi," imbuhnya.
Dia memproyeksikan pada pekan ini IHSG bakal melaju di rentang 5.780-6.110.
Kendati begitu, ia menyebut ini bisa menjadi peluang buy on weakness (beli saat murah) untuk investor jangka menengah dan panjang.
Ia menyarankan untuk membidik saham-saham penggerak indeks yang berpotensi mencetak kinerja baik pada kuartal II mendatang.
Salah satu unggulannya, adalah perusahaan yang bergerak di sektor otomotif. Dia optimis kinerja kuartal II bakal kinclong ditopang oleh penerapan penuh Pemberlakuan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam hal ini, Bernard menjagokan saham PT Astra Internasional Tbk (ASII). Walau pada kuartal I lalu perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih Rp3,7 triliun atau lebih rendah 22 persen dibandingkan kuartal I 2020, namun ia menilai perusahaan berpotensi mencetak penjualan jauh lebih baik di kuartal berikutnya.
"Juga, ditunjang oleh kinerja anak perusahaan ASII, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT United Tractors Tbk (UNTR) saat harga CPO, batu bara, dan emas mencuat," jelasnya.
Ia menilai ASII menarik untuk dikoleksi dengan target di kisaan 6.500-7.000.
Saham lainnya yang juga menjadi penggerak indeks adalah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM. Diketahui, perusahaan yang dikenal rajin membagikan dividen ini masih belum merilis laporan keuangan kuartal IV 2020, sehingga investor masih melakukan aksi tunggu.
Menurut Bernard, ini bisa menjadi peluang untuk beli selagi harga belum mahal atau masuk di kisaran 3.200-3.320 jelang pembagian dividen. Ia menilai TLKM berpotensi menguat ke posisi 3.510 dan mencapai 4.000 per saham pada akhir tahun.
Selanjutnya, dalam daftar rekomendasi Bernard ada sektor perbankan yang merupakan indikator dari pertumbuhan ekonomi. Saat ekonomi mulai bergairah, ia mengatakan sektor terkait juga akan terdampak positif.
Terutama untuk perusahaan yang memberikan kredit produktif untuk ekspansi usaha atau pembelian aset jangka panjang. Perusahaan yang masuk dalam kategori ini adalah BBTN, saham bank BUMN yang fokus memberikan pembiayaan perumahan.
Saham bank lain yang juga cukup menarik karena valuasi tergolong murah adalah BBNI. Namun, untuk kedua saham ini ia tak menentukan harga target.
Sektor lain yang diprediksi bakal positif dalam jangka pendek ialah ritel. Di sektor ini, Bernard menjagokan saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) karena populer di masyarakat pinggir kota yang masih belanja Lebaran seperti normal.
Dia menyarankan koleksi RALS di rentang 790-845 dengan target di level 970-1.000 per saham.
Yang juga bakal kebagian untung jelang hari raya adalah sektor konsumer. Adapun perusahaan yang memiliki kinerja kinclong sejak kuartal IV 2020 adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Kinerja baik INDF, lanjut dia, menunjukkan akuisisi Pinehill tahun lalu berhasil menambah aliran pendapatan perusahaan, juga ditunjang harga CPO dari perusahaan grup Indofood lainnya, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). "INDF menarik untuk koleksi di support 6.500 dengan target 7.500-8.000," ujarnya.
Rilis Kinerja Emiten
BACA HALAMAN BERIKUTNYADaftar Saham Yang Berpeluang Kecipratan Cuan Jelang Lebaran - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment